Jumat, 30 Januari 2009

Profil Buya Hamka

PROF. DR. BUYA HAMKA BAB I PENDAHULUAN
Hamka adalah fenomenal dalam sejarah Indonesia modern. Karyanya dibaca tidak saja di Indonesia, tetapi juga di mancanegara. Kita tidak tahu pasti sudah berapa tesis dan disertasi yang ditulis orang tentang buah pemikiran ulama besar ini, sementara beliau sendiri berkarya otodidak dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti filsafat, sastra, sejarah, sosiologi dan politik, baik Islam maupun Barat, tanpa ijazah, tidak SD, tidak Sekolah Menengah, apalagi Perguruan Tinggi. Ajaibnya, mahasiswa S3 perguruan tinggi telah mengkaji buya Hamka untuk meraih gelar doktor. Tokoh oposisi Malaysia, Datuk Seri Anwar Ibrahim, mengaku kagum kepada buya Hamka. Itu dia katakan ketika tampil sebagai pembicara kunci pada seminar ” Memperingati 100 Tahun Kelahiran Buya Hamka ”, Selasa (8/4) di Jakarta. ”Saya kenal dengan buya Hamka sebagai sastrawan melalui perpustakaan kecil ibu saya. Semasa muda, karya buya Hamka, seperti Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (1937), Tashawwuf Modern (1939), dan Tafsir Al-Azhar, lengkap 30 juz, mendekati 9.000 halaman. (ditulis ketika buya Hamka dipenjara 1964-1966), menjadi bacaan utama saya. Bahkan, Tafsir Al-Azhar yang menemani saya dua kali di istana perkurungan (penjara),” katanya. Ketika di penjara, Anwar mencoba menerjemahkan bagian awal Tafsir Al-Azhar ke dalam bahasa Inggris. Namun, bahasa Buya Hamka terlalu kuat, nuansa peribahasa dan iklim Melayunya begitu ”tebal” sehingga sukar baginya untuk menerjemahkan. Buya Hamka bukan sekadar penceramah agama yang bisa memukau pendengarnya. Ia seorang ulama yang disegani, seorang guru yang digugu dan ditiru, politisi yang punya kepedulian kepada masyarakat, sastrawan yang meninggalkan karya karya tulis yang dahsyat, lebih dari 100 yang masih dibaca hingga kini, dan wartawan yang pernah memimpin media yang berpengaruh. Tiga tahun sebelum wafat, menurut catatan alm. Iwan Simatupang, dalam orasi kebudayaan tanpa teks di Taman Ismail Marzuki (TIM) pada 11 Maret 1970, buya Hamka bertutur: ”Saya adalah pengarang! Pada mulanya, dan pada akhirnya.” Merangkai dan menganyam kata adalah pilihan hidup buya Hamka sepanjang hayat. Tidak tanggung-tanggung, ranah sastra dijelajahnya, sejarah ditelitinya, filsafat dan tasawuf dikajinya, ushul fikih dan manthiq dipelajarinya di bawah bimbingan sang ayah, Dr Haji Abdul Karim Amrullah, seorang alim berwatak keras, dan puncaknya adalah Tafsir Al-Azhar telah dipersembahkannya kepada bangsa Indonesia yang sangat dicintainya. Hamka telah menjadi milik semua orang, hampir tanpa kecuali. Buya Hamka bukan sosok ulama istana, beliau adalah ulama pejuang yang berhasil menjadi peletak dasar kebangkitan komunitas Islam modern atau kaum elit di Ibukota lewat brand Al Azhar yang pada akhirnya berhasil pula melebarkan sayap sebagai lembaga pendidikan modernis dan agamis. Sebagai manusia biasa, tentu di sana-sini buya Hamka punya kekurangan dan kelemahan, tetapi semuanya itu telah ditebusnya dengan karier hidup yang penuh makna dan karya tulis yang terus saja dikaji dan diminati orang, entah sampai kapan. Karya yang berjibun itu telah lama menjadi sumber inspirasi dan sumber kearifan bagi berbagai kalangan. Nilai profetiknya justru terasa semakin mendesak pada saat bangsa ini sedang berada pada posisi minim inspirasi dan kearifan. BAB II PEMBAHASAN Dr. Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka), adalah seorang sastrawan Indonesia, ulama dan aktivis politik serta penulis Indonesia yang amat terkenal di alam Nusantara. Dilahirkan di Sungai Batang Maninjau (Sumatera Barat) pada 17 Februari 1908 (14 Muharram 1326 H). Ayahnya ialah Ulama Islam terkenal, Dr. Haji Abdul Karim Amrullah alias Haji Rasul seorang pelopor Gerakan Islah ( tajdid ), pembawa faham-faham Pembaharuan Islam di Minangkabau. Belakangan ia diberikan sebutan Buya, yaitu panggilan buat orang Minangkabau yang berasal dari kata abi,abuya dalam Bahasa Arab berarti ayahku, atau seorang yang dihormati. Dalam usia 6 tahun (1914) beliau dibawa ayahnya ke Padang Panjang, sewaktu berusia 7 tahun dimasukkan ke sekolah desa dan malamnya belajar mengaji Qur’an dengan ayahnya sendiri sampai khatam. Dari tahun 1916 sampai tahun 1923 buya Hamka telah belajar agama pada sekolah-sekolah “Diniyah School” dan “Sumatera Thawalib” di Padang Panjang dan di Parabek. Guru-gurunya waktu itu adalah Syekh Ibrahim Musa Parabek, Engku Mudo Abdul Hamid dan Zainuddin Labay. Pada waktu itu Padang Panjang ramai dengan penuntut ilmu agama Islam dibawah pimpinan ayahnya sendiri. Tahun 1924 beliau berangkat ke Yogyakarta dan mulai mempelajari pergerakan-pergerakan Islam yang mulai bergelora, buya Hamka rajin membaca dan bertukar pikiran dengan tokoh-tokoh terkenal seperti HOS Tjokroaminoto, H. AR Fakhruddin, RM Suryopranoto dan iparnya sendiri AR. St. Mansur yang pada waktu itu ada di Pekalongan sambil mengasah bakatnya sehingga menjadi seorang ahli pidato yang handal. Kegiatan politik buya Hamka bermula pada tahun 1925, ketika beliau menjadi anggota partai politik Sarekat Islam. Pada tahun 1945, beliau membantu menentang usaha kembalinya penjajah Belanda ke Indonesia Hamka mula-mula bekerja sebagai guru agama pada tahun 1927 di Perkebunan Tebing Tinggi, Medan dan guru agama di Panjang Panjang pada tahun 1929. Hamka kemudian di lantik sebagai dosen Universitas Islam Jakarta dan Universitas Muhamdiyah, Pandang Panjang ( 1957-1958 ), setelah itu beliau diangkat menjadi rektor Perguruan Tinggi Islam Jakartadan Profesor Universitas Mustopo, Jakarta ( 1951 – 1960 ), beliau menjabat sebagai Pegawai Tinggi Agama oleh Mentri Agama Indonesia, tetapi meletakan jabatan itu ketika Sukarno menyuruhnya memilih antara menjadi pegawai negeri atau bergat dalam politik Majlis Syura Muslimin Indonesia ( Masyumi ). Di tahun 1935 dia pulang ke Padang Panjang. Waktu itulah mulai tumbuh bakatnya sebagai pengarang. Buku yang mula-mula dikarangnya bernama “Khathibul Ummah”. Diawal tahun 1927, buya Hamka berangkat dengan kemauannya sendiri ke Mekkah, sambil menjadi koresponden dari harian “Pelita Andalas” di Medan. Pulang dari Mekkah buya menulis di majalah “Seruan Islam” di Tanjung Pura (Langkat) dan pembantu dari “Bintang Islam” dan “Suara Muhammadiyah” Yogyakarta. Tahun 1928, keluarlah buku romannya yang pertama dalam bahasa Minangkabau bernama “Si Sabariyah”. Waktu itu pula buya Hamka memimpin majalah “Kemauan Zaman” yang terbit hanya beberapa nomor. Tahun 1929 terbitlah buku-bukunya “Agama dan Perempuan”, “Pembela Islam”, “Adat Minangkabau dan Agama Islam” (buku ini dibeslah polisi), “Kepentingan Tabligh”, “Ayat-Ayat Mi’raj” dan lain-lain. Tahun 1930 buya Hamka mulai mengarang dalam surat kabar “Pembela Islam” Bandung dan mulai berkenalan dengan M. Natsir, A. Hassan dan lain-lain. Ketika pindah mengajar ke Makasar diterbitkannya majalah “Al-Mahdi”. Buya Hamka kembali ke Sumatera Barat tahun 1935, dan tahun 1936 pergilah buya Hamka ke Medan mengeluarkan mingguan Islam yang mencapai puncak kemasyhuran sebelum perang, yaitu “Pedoman Masyarakat”. Majalah ini dipimpinnya setelah setahun dikeluarkan, mulai tahun 1936 sampai 1943, yaitu seketika pasukan tentara Jepang masuk. Di zaman itulah banyak terbit tulisan-tulisan buya Hamka di “Pedoman Masyarakat dan ada pula yang di tulis terlepas (cerita bersambung). Pada waktu itu pula keluar romannya “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck”, “Di Bawah Lindungan Ka’bah”, Tahun 1977, Asrul Sani memfilmkan roman tadi. Roman pertamanya merupakan kisah nyata yang ditulisnya di dalam bahasa Minang berjudul Si Pulai, menyusul pula “Merantau ke Deli”, “Teusir”, “Keadilan Ilahi”, dan lain-lain. Karangan buya Hamka dalam hal agama dan filsafat adalah “Tasauf Moderen”, “Falsafat Hidup”, “Lembaga Hidup”, “Lembaga Budi”, “Pedoman Muballigh Islam”, dan lain-lain. Pada zaman Jepang dicobanya menerbitkan “Semangat Islam” dan “Sejarah Islam di Sumatera”. Kegiatan politik buya Hamka bermula pada tahun 1925, ketika beliau menjadi anggota partai politik Sarekat Islam. Pada tahun 1945, beliau membantu menentang usaha kembalinya penjajah Belanda ke Indonesia melalui pidato dan menyertai kegiatan gerilya didalam hutan di Medan. Pada tahun 1947, buya Hamka diangkat menjadi Ketua Barisan Pertahanan Nasional, Indonesia. Tahun 1955 Beliau diangkat menjadi anggota Konstituante Masyumi dan menjadi pemidato utama dalam Pilihan Raya Umum 1955. Keberadaan Masyumi kemudian dilarang oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1960. Dari tahun 1964 hingga tahun 1966 buya Hamka dipenjarakan oleh Presiden Sukarno karena khotbahnya pada hari raya di Masjid Agung Al-Azhar, yang mengatakan bahwa Islam dalam bahaya besar sebab komunis sudah leluasa, karena diberi kesempatan. Semasa dalam tahanan beliau mulai menulis Tafsir Al-Azhar yang lengkap 30 juz mendekati 9.000 halaman merupakan karya ilmiah terbesarnya. Tetapi ketika mendengar berita meninggalnya Presiden Soekarno, air matanya menitik. Setelah sholat jenazah, ia berkata kepada jenazah Soekarno, “Aku telah doakan engkau dalam sholatku supaya Allah memberi ampun atas dosamu. Aku bergantung kepada janji Allah bahwa walaupun sampai ke lawang langit timbunan dosa, asal memohon ampun dengan tulus, akan diampuni-Nya”. Setelah pecah Revolusi, beliau pindah ke Sumatera Barat. Disini beliau mengeluarkan buku-buku yang menggunjangkan. “Revolusi Fikiran”, “Revolusi Agama”, “Adat Minangkabau Menghadapi Revolusi”, “Negara Islam”, “Sesudah Naskah Renville”, Muhammadiyah Melalui Tiga Zaman”, “Dari Lembah Cita-Cita”, “Merdeka”, “Islam dan Demokrasi”, “Dilamun Ombak Masyarakat”, dan “Menunggu Beduk Berbunyi”. Tahun 1950 beliau pindah ke Jakarta. Di Jakarta keluar buku-bukunya yang berjudul “Ayahku”, “Kenang-Kenangan Hidup”, Perkembangan Tasauf dari Abad ke Abad”, “Urat Tunggang Pancasila”. Buya Hamka juga menulis buku tentang riwayat perjalanan ke negara-nagera Islam : “Di Tepi Sungai Nyl”, “Di Tepi Sungai Dajlah”, “Mandi Cahaya di Tanah Suci”, “Empat Bulan di Amerika”, dan lain-lain. Kian lama kian jelaslah coraknya sebagai pengarang, pujangga dan failasof Islam, diakui oleh lawan dan kawannya. Dengan keahliannya itu, pada tahun 1952 beliau diangkat oleh Pemerintah menjadi anggota “Badan Pertimbangan Kebudayaan” dari Kementerian PP dan K dan menjadi Guru Besar pada Perguruan Tinggi Islam dan Universitas Islam di Makassar dan menjadi penasihat pada Kementerian Agama. Tahun 1955 buya Hamka mengeluarkan buku-bukunya berjudul “Pelajaran Agama Islam”, “Pandangan Hidup Muslim”, “Sejarah Hidup Jamaluddin Al Afghany dan “Sejarah Ummat Islam”. Selain keasyikannya mempelajari “Kesusasteraan Melayu Klasik”, buya Hamka juga bersungguh-sungguh menyelidiki Kesusasteraan Arab, karena bahasa asing yang dikuasainya hanyalah semata-mata bahasa Arab. Drs. Slamet Mulyono seorang ahli kesusasteraan Indonesia menyebut buya Hamka sebagai “hamzah Fanshuri Zaman Baru”. Dengan kemahiran bahasa Arabnya yang tinggi, beliau dapat menyelidiki karya ulama dan pujangga besar di Timur Tengah seperti Zaki Mubarak, Jurji Zaidan, Abbas al-Aqqad, Mustafa al-Manfaluti dan Hussain Haikal. Melalui bahasa Arab juga, beliau meneliti karya sarjana Perancis, Inggris dan Jerman seperti Albert Camus, William James, Sigmund Freud, Arnold Toynbee, Jean Paul Sartre, Karl Marx dan Pierre Loti Karena menghargai jasa-jasanya dalam penyiaran Islam dengan bahasa Indonesia yang indah itu, maka pada permulaan tahun 1959 majelis tinggi University Al Azhar Kairo memberikan gelar Ustaziyah Fajhriyah ( Doctor Honoris Causa ) dan tahun 1974 Universitas Kebangsaan Malaysia juga memberikan gelar dalam kesusastraan kepada buya Hamka, Sejak itu berhaklah beliau memakai titel “Dr”di pangkal namanya serta gelar Datuk Indono dan Pengeran Wiroguno dari pemerintah Indonesia dan gelar Tuanku Syaikh, gelar pusaka yang diberikan ninik mamak dan Majelis Alim-Ulama negeri Sungai Batang - Tanjung Sani, 12 Rabi’ul Akhir 1386 H/ 31 Juli 1966 M, Dan pada tahun tujuh puluhan keluar pula buku-bukunya, ,,Soal jawab”(tentang agama islam), ,,Muhamadiyah di Minangkabau”, ,,Kedudukan Perempuan didalam Islam”, “Do’a-do’a Rasulullah”, dan lain-lain. Pada tahun 1953 buya Hamka dipilih sebagai penasihat Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Bulan Juli tahun 1975 Musyawarah Alim Ulama seluruh Indonesia dilangsungkan, buya Hamka diberi kepercayaan untuk duduk sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan dilantik oleh Menteri Agama Prof. Dr. Mukti Ali pada tanggal 26 Juli 1975 bertepatan dengan 17 Rajab 1395, Berbagai pihak waktu itu sempat sangsi, bila itu diterima maka ia tidak akan mampu menghadapi intervensi kebijakan pemerintah Orde Baru kepada umat Islam yang saat itu berlangsung dengan sangat massif. Namun, buya Hamka menepis keraguan itu dengan mengambil langkah memilih masjid Al-Azhar sebagai pusat kegiatan MUI dari pada berkantor di Masjid Istiqlal. Istilahnya yang terkenal waktu itu adalah kalau tidak hati-hati nasib ulama itu akan seperti kue bika , yakni bila MUI terpanggang dari atas (pemerintah) dan bawah (masyarakat) terlalu panas, maka situasinya akan menjadi sulit. Bahkan MUI bisa akan mengalami kemunduran serius. Usaha Hamka untuk membuat independen lembaga MUI menjadi terasa sangat kental ketika pada awal decade tahun delapan puluhan, lembaga ini berani melawan dengan mengeluarkan fatwa mengenai persoalan perayaan Natal bersama. Buya Hamka menyatakan haram bila ada umat Islam mengikuti perayaan keagamaan itu. Adanya fatwa itu kontan saja membuat geger publik. Apalagi terasa waktu itu arus kebijakan pemerintah tengah mendengungkan isu toleransi. Berbagai instansi waktu itu ramai mengadakan perayaan natal. Bila ada orang Islam yang tidak bersedia ikut merayakan natal maka mereka dianggap orang berbahaya, fundamentalis, dan anti Pancasila. Umat Islam pun merasa resah. Keadaan itu kemudian memaksa MUI mengeluarkan fatwa. Risikonya buya Hamka pun mendapat kecaman. MUI ditekan dengan gencarnya melalui berbagai pendapat di media massa yang menyatakan bahwa keputusannya itu akan mengancam persatuan negara. Buya Hamka yang waktu itu berada dalam posisi sulit, antara mencabut dan meneruskan fatwa itu, akhirnya kemudian memutuskan untuk meletakkan jabatannya. Ia mundur dari MUI pada 21 Mei 1981. Menikah dengan Hajjah Siti Raham dikaruniai 10 orang anak. Setelah Siti Raham meninggal beberapa tahun, ia menikah dengan Hajjah Siti Chadidjah atas persetujuan dan permintaan anak-anaknya pada tahun 1973. Karena dianggap mempunyai pengetahuan yang luas, memiliki pribadi lembut namun berkarakter, sosok halus tapi berprinsip dan tokoh modernis yang kharismatik beliau tempat orang bertanya. Dakwahnya sejuk menyirami dahaga spiritual umat. Sering pula beliau diminta mengakad-nikahkan pasangan yang mau melayari bahtera rumah tangga. Rumahnya selalu penuh tamu. Acara dakwahnya di radio dan televisi (TVRI saat itu) selalu ditunggu jutaan orang. Tokoh Islam ini termasuk orang terdepan dalam sejarah perkembangan Islam abad modern di Indonesia. Namun sayangnya, saat ini tak banyak generasi muda yang mengenal sosoknya yang fenomenal, Juga tak banyak generasi muda yang mengkaji ketokohannya. Sebaliknya, nama buya Hamka malah makin berkibar di negeri tetangga, terutama Malaysia dan Singapura. Museum buya Hamka yang diresmikan pada 11 November 2001 oleh H. Zainal Bakar, Gubernur Sumatera Barat masa itu, berlokasi di tepi Danau Maninjau, Kabupaten Agam, Sumatra Barat ini lebih banyak dikunjungi wisatawan dari Malaysia, Singapura atau Brunai Darussalam ketimbang wisatawan lokal. Sayang, memang, bila museum ini ternyata tak begitu menarik hati masyarakat Indonesia. Atau barangkali memang karena kurangnya promosi tentang keberadaan museum itu sendiri, seperti juga kesan kurangnya promosi dan informasi tentang daerah wisata di Sumatera Barat. Penyakit kencing manis, gangguan jantung, radang paru-paru, dan gangguan pada pembuluh darah membuat Buya harus dirawat di Bagian Perawatan Intensif (ICU) RS Pusat Pertamina, Jakarta sejak 21 Juli 1981. Sastrawan dan ulama terkenal serta berpengaruh di Asia Tenggara ini, akhirnya meninggal dunia pada hari Jumat pada 24 Juli 1981 pukul 10.41. Jenazahnya dimakamkan di TPU Tanah kusir, setelah disembahyangkan di Masjid Al-Azhar, Jakarta. Tokoh besar itu telah tiada, namun karyanya dinikmati hingga kini oleh umat Islam. Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang. Buya Hamka wafat meninggalkan nama besar dan karya-karya monumental. Sebagai bukti penghargaan yang tinggi dalam bidang keilmuan, Persyarikatan Muhammadiyah kini telah mengabadikan namanya pada sebuah perguruan tinggi yang berada di Yogyakarta dan Jakarta: Universitas Hamka (UHAMKA). Akhir tahun 2007 Sebuah panitia yang dibentuk oleh Universitas Prof Dr Hamka Jakarta telah menyelenggarakan beberapa kegiatan penting dalam rangka 100 tahun Buya Hamka (dihitung sejak tanggal lahirnya 17 Februari 1908), di Masjid Agung Al Azhar Kebayoran Baru Jakarta Selatan, meluncurkan buku 100 tahun buya Hamka .Mudah-mudahan peringatan 100 tahun Hamka dapat menegaskan kembali peran dan tanggung jawab agama terhadap perubahan sosial. BIOGRAFI HAJI Abdul Malik Karim Amrullah (atau lebih dikenal dengan julukan HAMKA, yaitu singkatan namanya), lahir tahun 1908, di desa kampung Molek, Meninjau, Sumatera Barat. Beliau bukan hanya dikenal sebagai ulama (dalam artian sempit, yaitu, yang mengusai ilmu-ilmu agama), namun juga sejarawan, sastrawan/pujangga bahkan politikus. Intelektualitas beliau semakin tidak diragukan lagi dengan banyaknya karya yang dihasilkannya. Belakangan dia diberikan sebutan “Buya”, yaitu panggilan buat orang Minangkabau yang berasal dari kata “abi”, “abuya” dalam bahasa Arab, yang berarti “ayahku”, atau “seseorang yang dihormati”. Ayahnya adalah Syekh Abdul Karim bin Amrullah, yang dikenal sebagai “Haji Rasul”, yang merupakan pelopor Gerakan Islah (tajdid) di Minangkabau, sekembalinya dari Makkah pada tahun 1906. Hamka mendapat pendidikan rendah di Sekolah Dasar Maninjau sehingga kelas dua. Ketika usia HAMKA mencapai 10 tahun, ayahnya telah mendirikan Sumatera Thawalib di Padang Panjang. Di situ Hamka mempelajari agama dan mendalami bahasa Arab. Hamka juga pernah mengikuti pengajaran agama di surau dan masjid yang diberikan ulama terkenal seperti Syeikh Ibrahim Musa, Syeikh Ahmad Rasyid, Sutan Mansur, R.M. Surjopranoto dan Ki Bagus Hadikusumo. Hamka adalah seorang otodidiak dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti filsafat, sastra, sejarah, sosiologi dan politik, baik Islam maupun Barat. Dengan kemahiran bahasa Arabnya yang tinggi, beliau dapat menyelidiki karya ulama dan pujangga besar di Timur Tengah seperti Zaki Mubarak, Jurji Zaidan, Abbas al-Aqqad, Mustafa al-Manfaluti dan Hussain Haikal. Melalui bahasa Arab juga, beliau meneliti karya sarjana Perancis, Inggris dan Jerman seperti Albert Camus, William James, Sigmund Freud, Arnold Toynbee, Jean Paul Sartre, Karl Marx dan Pierre Loti. Hamka juga rajin membaca dan bertukar-tukar pikiran dengan tokoh-tokoh terkenal Jakarta, seperti HOS Tjokroaminoto, Raden Mas Surjopranoto, Haji Fachrudin, Ar Sutan Mansur dan Ki Bagus Hadikusumo sambil mengasah bakatnya sehingga menjadi seorang ahli pidato yang handal. Hamka mula-mula bekerja sebagai guru agama pada tahun 1927 di Perkebunan Tebing Tinggi, Medan dan guru agama di Padangpanjang pada tahun 1929. Hamka kemudian dilantik sebagai dosen di Universitas Islam, Jakarta dan Universitas Muhammadiyah, Padangpanjang dari tahun 1957 hingga tahun 1958. Setelah itu, beliau diangkat menjadi rektor Perguruan Tinggi Islam, Jakarta dan Profesor Universitas Mustopo, Jakarta. Dari tahun 1951 hingga tahun 1960, beliau menjabat sebagai Pegawai Tinggi Agama oleh Menteri Agama Indonesia, tetapi meletakkan jabatan itu ketika Sukarno menyuruhnya memilih antara menjadi pegawai negeri atau bergiat dalam politik Majlis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi). Prof. Dr. Hamka, yang akrab disapa dengan Buya Hamka, adalah sangat menguasai banyak ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, Dalam bidang Sastra kita mengenal beberapa karya beliau seperti “Di Bawah Lindungan Ka’bah” dan “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijcht”. Belum lagi karya-karya puisi beliau. Dalam bidang sejarah, khususnya sejarah Islam di nusantara, beliau menulis buku “Sejarah Kerajaan-Kerajaan Islam Nusantara”. Dalam bidang ilmu-ilmu keagamaan, beliau membuat kitab tafsir yang kemudian kita kenal dengan “Tafsir Al-Azhar”, sesuatu yang nampaknya masih sangat jarang dilakukan oleh para ulama atau intelektual muslim di Indonesia. Selain dalam bidang tafsir, beliau juga menulis berbagai karya keislaman dalam berbagai bidang, yaitu “Pelajaran Agama Islam”, “Tasawuf Modern”, “Perempuan Dalam Pandangan Islam”, “Falsafah Hidup”, “Lembaga Budi”, dan “Lembaga Hidup”. Belakangan kita juga dapat menemukan karya-karya tentang beliau, seperti “Teologi Islam Dalam Pandangan Buya Hamka” karya Yunan Yusuf, atau kumpulan-kumpulan ceramah beliau yang dibukukan, baik ceramah-ceramah shalat Jum’at beliau maupun ceramah-ceramah beliau dalam shalat id. a. BERDAKWAH Setelah Konstituante dan Masyumi di bubarkan, Hamka memilih aktif di bidang dakwah Islamiyah. Hamka pernah menjadi imam Masjid Agung Al- Azhar Kebayoran Jakarta, bersama KH Faqih Umar ( Mentri Agama dalam kabinet wilopo 1952 ), Hamka medirikan majalah Bulanan Panji Masyarakat yang isinya “ Menitik beratkan kepada soal-soal kebudayaan dan pengetahuan agama Islam. Hamka juga menjadi ketua umum pertama MUI. HAMKA adalah tokoh ulama besar dan pendakwah tersohor yang pernah di lahirkan untuk abad ke dua puluh di Nusantara ini. Kewalian dan sifat keramahan maknawiyah yang dimilikinya, mampu menyentuh hati dhamir ribuan insan yang mendengar kata bicaranya yang lunak dan menyegarkan. Bahwa keistimewaan kharamah maknawiyah antara lain ialah kata-katanya memberi kesan pada hati pendengar hingga mendorong orang membuat perubahan pada jalan kebaikan. Kekuatan minda dan kefasihan lidahnya untuk berdakwah dengan susun kata yang memukau jarang di milki oleh kebanyakan pendakwah. Kalau ada kisah tentang burung boleh berhenti terbang diudara apabila mendengar kemerduan bacaan kitab Zabur oleh Nabi Daud As, maka Buya Hamka juga mempunya magnet yang meruntun jiwa pendengarnya untuk melabuhkan punggung mendengar sebentar ceramah dakwahnya. Hati yang keras bisa terlunak dan terpegun. Memang Allah memberi keistimewaan besar kepadanya yaitu senjata sulit berdakwah berdakwah dengan lidahnya. Di negara kita Buya Hamka sering berkunjung dan memenuhi undangan untuk berceramah termasuk di kaca TV hingga awal tahun 1980. Beliau sering di undang menyertai muktamar Islam peringatan antara bangsa dan pernah berdakwah hingga ke benua Erofah dan Amerika Serikat. Kata Dr. H. Ibnu Sutowo, hampir kesemua perjalanan hidupnya di dunia ini di maksudkan untuk agama. Hamka juga aktif dalam gerakan Islam melalui organisasi Muhammadiyah. Beliau mengikuti pendirian Muhammadiyah mulai tahun 1925 untuk melawan khurafat, bidaah, tarekat dan kebatinan sesat di Padang Panjang. Mulai tahun 1928, beliau mengetuai cabang Muhammadiyah di Padang Panjang. Pada tahun 1929, Hamka mendirikan pusat latihan pendakwah Muhammadiyah dan dua tahun kemudian beliau menjadi konsul Muhammadiyah di Makassar. Kemudian beliau terpilih menjadi ketua Majlis Pimpinan Muhammadiyah di Sumatera Barat oleh Konferensi Muhammadiyah, menggantikan S.Y. Sutan Mangkuto pada tahun 1946. Beliau menyusun kembali pembangunan dalam Kongres Muhammadiyah ke-31 di Yogyakarta pada tahun 1950. Pada tahun 1953, Hamka dipilih sebagai penasihat pimpinan Pusat Muhammadiah. Pada 26 Juli 1977, Menteri Agama Indonesia, Prof. Dr. Mukti Ali melantik Hamka sebagai ketua umum Majlis Ulama Indonesia tetapi beliau kemudiannya meletak jawatan pada tahun 1981 karena nasihatnya tidak dipedulikan oleh pemerintah Indonesia. b. POLITIK Kegitan Politik HAMKA bermula pada tahun 1925 beliau menjadi anggota partai politik sarekat Islam. Pada tahun 1945, beliau membantu menentang usaha kembalinya penjajah Belanda ke Indonesia melalui pidato dan menyertai kegiatan gerilya di dalam hutan di Medan. Pada tahun 1947, Hamka diangkat menjadi ketua Barisan Pertahanan Nasional, Indonesia. Beliau menjadi anggota Konstituante Masyumi dan menjadi pemidato utama dalam Pilihan Raya Umum 1955. Masyumi kemudiannya diharamkan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1960. Dari tahun 1964 hingga tahun 1966, Hamka dipenjarakan oleh Presiden Sukarno karena dituduh pro-Malaysia. Semasa dipenjarakanlah maka beliau mulai menulis Tafsir al-Azhar yang merupakan karya ilmiah terbesarnya. Setelah keluar dari penjara, Hamka diangkat sebagai anggota Badan Musyawarah Kebajikan Nasional, Indonesia, anggota Majelis Perjalanan Haji Indonesia dan anggota Lembaga Kebudayaan Nasional, Indonesia. Selain aktif dalam soal keagamaan dan politik, Hamka merupakan seorang wartawan, penulis, editor dan penerbit. Sejak tahun 1920-an, Hamka menjadi wartawan beberapa buah akhbar, seperti Pelita Andalas, Seruan Islam, Bintang Islam dan Seruan Muhammadiyah. Pada tahun 1928, beliau menjadi editor majalah Kemajuan Masyarakat. Pada tahun 1932, beliau menjadi editor dan menerbitkan majalah al-Mahdi di Makasar. Hamka juga pernah menjadi editor majalah Pedoman Masyarakat, Panji Masyarakat dan Gema Islam. Hamka juga menghasilkan karya ilmiah Islam dan karya kreatif seperti novel dan cerpen. Karya ilmiah terbesarnya ialah Tafsir al-Azhar (5 jilid) dan antara novel-novelnya yang mendapat perhatian umum dan menjadi buku teks sastera di Malaysia dan Singapura termasuklah Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Di Bawah Lindungan Kaabah dan Merantau ke Deli. c. KARYA-KARYA HAMKA Hamka pernah menerima beberapa anugerah pada peringkat nasional dan antarabangsa seperti, 1. Anugerah kehormatan Doctor Honoris Causa, Universitas al-Azhar, 1958; 2. Doktor Honoris Causa, Universitas Kebangsaan Malaysia, 1974; dan 3. Gelar Datuk Indono dan Pengeran Wiroguno dari pemerintah Indonesia. Untuk mengenal beliau bukan hanya dapat dilihat dari buku-buku karya beliau, melainkan juga dari ornamen yang dihasilkan beliau, yaitu Masjid Agung Al-Azhar itu sendiri. Selain itu, kita juga dapat memahami beliau dalam kancahnya dalam dunia politik, terutama ketika beliau berkecimpung dalam Majelis Ulama Indonesia. Kompetensi beliau yang demikian luas cakupannya ini masih tergolong langka di negeri ini. Peminat sejarah sekaligus salah satu pelaku sejarah modern Indonesia berperan memformulasikan ide-ide visioner bangsa Indonesia. Syaikh Mahmoud Syaltout, Syaikh Jami Al-Azhar yang memberikan nama Al-Azhar pada Masjid Agung Al-Azhar Kebayoran Baru Jakarta, telah memberikan penghargaan atas perjuangan Hamka dalam menegakkan kesatuan kaum muslimin di Asia Timur dan memancangkan tonggak untuk kekokohan Islam. Namun sayangnya, pemikiran dan karya-karya buya Hamka kelihatannya seperti tenggelam begitu saja dalam khasanah intelektual Islam di Indonesia, padahal dia adalah ulama besar. John F. Kennedy pernah mengatakan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang mengenal sejarahnya sendiri. Dengan kata lain, bangsa yang besar adalah bangsa yang mau menggali khasanahnya sendiri. Keilmuad dan ketokohan yang ada pada beliau mendorong beberapa buah universitas mengambilnya sebagai pensyarah dalam bidang agama dan falsafah. Antara universitas itu adalah universitas Islam Jakarta, Universitas Muhamadiyah Sumatra Barat, Universitas Islam Pemerintah di Jogyakarta dan Universitas Islam Makasar. Bagi mengiktiraf keilmuannya, Universitas Al Azhar Mesir telah menganugerahkan Doktor Kehormatan pada tahun 1958 dan beliau turut menerima ijazah Doktor Persuratan UKM pada tanggal 7 Juni 1974. Hamka telah pulang ke rahmatullah pada 24 Juli 1981, namun jasa dan pengaruhnya masih terasa sehingga kini dalam memartabatkan agama Islam. Beliau bukan saja diterima sebagai seorang tokoh ulama dan sasterawan di negara kelahirannya, malah jasanya di seluruh alam Nusantara, termasuk Malaysia dan Singapura, turut dihargai. Ironisnya, pembangunan museum untuk mengenang jasa-jasanya dibangun dan dirawat oleh peziarah negeri Jiran. Adapun karya – karya nya terlampir . d. AKTIVITAS LAINNYA 1. Memimpin Majalah Pedoman Masyarakat, 1936-1942 2. Memimpin Majalah Panji Masyarakat dari tahun 1956 3. Memimpin Majalah Mimbar Agama (Departemen Agama), 1950-1953 4. Tafsir Al-Azhar online 5. E-book Buya Hamka 6. E-book Jalan Istiqomah sang legenda Buya Hamka BAB III KESIMPULAN Buya Hamka adalah seorang ulama yang memiliki ‘izzah, tegas dalam aqidah dan toleran dalam masalah khilafiyah. Beliau sangat peduli terhadap urusan umat Islam, sehingga tidak mengherankan, di dalam dakwahnya, baik berupa tulisan maupun lisan, ceramah, pidato atau khutbah selalu menekankan tentang ukhuwah Islamiyah, menghindari perpecahan dan mengingatkan umat untuk peduli terhadap urusan kaum muslimin. Beliau meninggalkan warisan dan pelajaran yang sangat berharga untuk ditindak lanjuti oleh genarasi Islam, yaitu istiqamah dalam berjuang, menjaga persatuan umat dan peduli terhadap urusan kaum Muslimin. Sepanjang hidupnya, Hamka terkenal sebagai ulama yang produktif menulis. Tidak kurang dari 118 buku telah di selesaikannya. Jumlah itu belum termasuk karangan, makalah dan artikel yang di tulisnya untuk berbagai media masa. Salah seorang pengagum Hamka, mantan perdana mentri Malaysia Tun Abdul Razak mengungkapkan, Hamka bukan hanya milik Indonesia, tetapi juga kebanggaan bangsa-bangsa Asia Tenggara. DAFTAR PUSTAKA 1. Apa & Siapa Sejumlah Orang Indonesia 1981-1982 2. Tasauf Modern, Penerbit Pustaka Panjimas, Jakarta 1983 3. Sumber lain dari internet 4. Mengenang 100 Tahun Buya Hamka Lampiran Karya – Karya Buya Hamka 1. Khatibul Ummah, Jilid 1-3. Ditulis dalam huruf Arab. 2. Si Sabariah ( 1928 ) 3. Pembela Islam (Tarikh Saidina Abu Bakar Shiddiq),1929. 4. Adat Minangkabau dan agama Islam (1929). 5. Ringkasan tarikh Ummat Islam (1929). 6. Kepentingan melakukan tabligh (1929). 7. Hikmat Isra’ dan Mikraj. 8. Arkanul Islam (1932) di Makassar. 9. Laila Majnun (1932) Balai Pustaka. 10. Majallah ‘Tentera’ (4 nomor) 1932, di Makassar. 11. Majallah Al-Mahdi (9 nomor) 1932 di Makassar. 12. Mati mengandung malu (Salinan Al-Manfaluthi) 1934. 13. Di Bawah Lindungan Ka’bah (1936) Pedoman Masyarakat,Balai Pustaka. 14. Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (1937), Pedoman Masyarakat, Balai Pustaka. 15. Di Dalam Lembah Kehidupan 1939, Pedoman Masyarakat, Balai Pustaka. 16. Merantau ke Deli (1940), Pedoman Masyarakat, Toko Buku Syarkawi. 17. Margaretta Gauthier (terjemahan) 1940. 18. Tuan Direktur 1939. 19. Dijemput mamaknya,1939. 20. Keadilan Ilahy 1939. 21. Tashawwuf Modern 1939. 22. Falsafah Hidup 1939. 23. Lembaga Hidup 1940. 24. Lembaga Budi 1940. 25. Majallah ‘SEMANGAT ISLAM’ (Zaman Jepun 1943). 26. Majallah ‘MENARA’ (Terbit di Padang Panjang), sesudah revolusi 1946. 27. Negara Islam (1946). 28. Islam dan Demokrasi,1946. 29. Revolusi Pikiran,1946. 30. Revolusi Agama,1946. 31. Adat Minangkabau menghadapi Revolusi,1946. 32. Dibantingkan ombak masyarakat,1946. 33. Di dalam Lembah cita-cita,1946. 34. Sesudah naskah Renville,1947. 35. Pidato Pembelaan Peristiwa Tiga Maret,1947. 36. Menunggu Beduk berbunyi,1949 di Bukittinggi,Sedang Konperansi Meja Bundar. 37. Ayahku,1950 di Jakarta. 38. Mandi Cahaya di Tanah Suci. 1950. 39. Mengembara Dilembah Nyl. 1950. 40. Ditepi Sungai Dajlah. 1950. 41. Kenangan-kenangan hidup 1,autobiografi sejak lahir 1908 sampai pd tahun 1950. 42. Kenangan-kenangan hidup 2. 43. Kenangan-kenangan hidup 3. 44. Kenangan-kenangan hidup 4. 45. Sejarah Ummat Islam Jilid 1,ditulis tahun 1938 diangsur sampai 1950. 46. Sejarah Ummat Islam Jilid 2. 47. Sejarah Ummat Islam Jilid 3. 48. Sejarah Ummat Islam Jilid 4. 49. Pedoman Mubaligh Islam,Cetakan 1 1937 ; Cetakan ke 2 tahun 1950. 50. Pribadi,1950. 51. Agama dan perempuan,1939. 52. Muhammadiyah melalui 3 zaman,1946,di Padang Panjang. 53. 1001 Soal Hidup (Kumpulan karangan dr Pedoman Masyarakat, dibukukan 1950). 54. Pelajaran Agama Islam,1956. 55. Perkembangan Tashawwuf dr abad ke abad,1952. 56. Empat bulan di Amerika,1953 Jilid 1. 57. Empat bulan di Amerika Jilid 2. 58. Pengaruh ajaran Muhammad Abduh di Indonesia (Pidato di Kairo 1958), utk Doktor 59. Honoris Causa. 60. Soal jawab 1960, disalin dari karangan-karangan Majalah GEMA ISLAM. 61. Dari Perbendaharaan Lama, 1963 dicetak oleh M. Arbie, Medan; dan 1982 oleh 62. Pustaka Panjimas, Jakarta. 63. Lembaga Hikmat,1953 oleh Bulan Bintang, Jakarta. 64. Islam dan Kebatinan,1972; Bulan Bintang. 65. Fakta dan Khayal Tuanku Rao, 1970. 66. Sayid Jamaluddin Al-Afhany 1965, Bulan Bintang. 67. Ekspansi Ideologi (Alghazwul Fikri), 1963, Bulan Bintang. 68. Hak Asasi Manusia dipandang dari segi Islam 1968. 69. Falsafah Ideologi Islam 1950(sekembali dr Mekkah). 70. Keadilan Sosial dalam Islam 1950 (sekembali dr Mekkah). 71. Cita-cita kenegaraan dalam ajaran Islam (Kuliah umum) di Universiti Keristan 1970. 72. Studi Islam 1973, diterbitkan oleh Panji Masyarakat. 73. Himpunan Khutbah-khutbah. 74. Urat Tunggang Pancasila. 75. Doa-doa Rasulullah S.A.W,1974. 76. Sejarah Islam di Sumatera. 77. Bohong di Dunia. 78. Muhammadiyah di Minangkabau 1975,(Menyambut Kongres Muhammadiyah di Padang). 79. Pandangan Hidup Muslim,1960. 80. Kedudukan perempuan dalam Islam,1973. 81. [Tafsir Al-Azhar] Juzu’ 1-30, ditulis pada masa beliau dipenjara oleh Sukarno.
Baca Selengkapnya....

Kamis, 15 Januari 2009

Tebakan

Naik apa yang selalu dikejar "burung" ? Naik becak, karena selalu dikejar oleh "burung"-nya tukang becak

Bagaimana membedakan kepala dgn ekor cacing ? Gelitikin aja, trus lihat bagian mana yang tersenyum...

Kenapa Superman bisa terbang? Kalo bisa nyupir namanya Sopir Man...

Kuda apa yang paling panjang? Kuda yang berbaris-baris

Sebutkan minimal 3 macam buah dalam waktu 1 detik ! Rujak

Masuk miring keluar miring apaan tuh? Kancing baju

Kenapa air di laut asin ? Karena ikannya pada keringetan

Kakek Apa yang bisa terbang? Kakeknya nyamuk, Lalat, Dll,

Siapa yang tahu harga monas? Tukang Bajaj + (Bang, Monas berapa bang?) - 3000 + (Bang Ke Monas Berapa Bang ? ) - Tk. Bajaj Bilang Rp. 3000 (Kalo naik dari Menteng gitu)

Jadwal Kereta

Suatu pagi di stasiun kereta api, ada seorang nenek yang bertanya pada petugas loket.

Nenek : Nak, keretanya sampai jam berapa??

Petugas Loket : Jam 1 dari Surabaya, jam 2 Bandung, jam 3 Semarang, jam 4 Yogya. Emangnya nenek mau pergi mana??

Nenek : Enggak, nenek cuma mau melintas saja.

Rahasia Bayi yang Baru Lahir Seorang bayi yang baru lahir, yang masih berada di rumah sakit, berkata kepada bayi yang berbaring di sampingnya, "Aku pasti bayi laki-laki!" Bayi yang satunya bertanya, "Kok kamu yakin?" "Rahasianya ada di bawah selimutku ini; Aku dapat memperlihatkannya padamu ...." "Aku mau lihat! aku mau lihat!" "Sssstt!! Tunggu sampai suster-susternya pergi deh ....!" Beberapa menit kemudian, "Aku bisa ngeliatin ke kamu sekarang ... nihh lihat nihhh ...." Perlahan bayi itu menyingkirkan selimutnya, dan bayi yang satunya langsung berusaha melihatnya. "Bisa lihat nggak?" tanya bayi yang pertama. "Yang di bawah ini lho." "Apa sih?" tanya bayi yang satunya.

Surat Keterangan Kelakuan Baik "Kenapa kamu mencuri tape yang ada di dalam mobil?" tanya polisi kepada Salim, ketika dia diperiksa di kantor polisi. "saya terpaksa melakukannya, Pak," jawab Salim. "Terpaksa bagaimana? tidak punya uang untuk makan?" tanya Pak polisi. "Dari pagi saya mencari kantor polisi, tapi tidak ketemu, lalu saya tanya ke teman, ee ee.. malah diam. Ya sudah... supaya sampai ke kantor polisi, saya coba maling tape di mobil. Buktinya saya bisa sampai ke kantor polisi ini." "Terus, kenapa kamu mencari kantor polisi segala?" "Itu, Pak... mau membuat... Surat Keterangan Kelakuan Baik"

seribu kaki

di suatu pagi, ada suatu pertandingan lari antara seribu kaki, kelinci dan rusa. dan sebagai wasit adalah kancil.

satuuu, duaa, tigaaa. komando kancil sebagai wasit tanda dimulainya pertandingan lari itu.

maka melesatlah mereka lari menuju tempat finish yang sudah ditentukan.

setelah mencapai setengah perjalanan, kelinci berhenti. melihat kelinci berhenti, tupaipun berhenti pula lalu menghampiri kelenci.

"hai kelinci kenapa kau berhenti !" tanya tupai

"apakah kamu tak merasa aneh, dari tadi aku tidak melihat si seribu kaki ?"

"iya bener, bagaimana ini, apakah si seribu kaki berbuat curang kepada kita yach ?"

bagaimana kalau kita kembali ke tempat awal tadi" usul kelinci yang langsung di setujui oleh tupai

lalu merekapun bergegas menuju tempat start itu.

tetapi alangkah kagetnya mereka ketika tahu bahwa si seribu kaki masih berada di tempat itu, sembari sedang memakai sepatu

?????????

Alat Dapur yang Berakhiran R Yanti : "Yan coba kamu sebutkan peralatan dapur yang akhirannya R sebanyak mungkin" Yanto : "Gampang lah... Kompor apa lagi ya..." Yanti: "piring kotor, kuali kotor, sendok kotor, gelas kotor dan semua peralatan yang kotor..."

Tebakan 3 Sahabat

Iwan: Jar, aku ada tebakan nih!...

Fajar: Apaan tuch?

Iwan: Suatu hari ada 3 orang sahabat sedang makan di restoran yang mahal, 1 buta, 1 tuli & 1 bisu... Pertanyaannya, setelah selesai makan yang bayar siapa???

Fajar: Sape ye... pasti si bisu!!!

Iwan: Salah... jawabnya, si buta yang bayar!!!

Fajar: Kok bisa??...

Iwan: Karena hari itu si buta ulang tahun...

Antrian Di Rumah Sakit Sekitar jam 08.00 pagi seorang lelaki tua mendaftar kan diri ke loket di sebuah rumah sakit. Sesudah itu kartu berobat nya dia masukan ke klinik mata(maklum mata nya agak rabun, hingga dia merasa harus di periksa. Pas dia datang sekitar 3 orang pasien sudang menunggu di ruang tunggu, kemudian dia memasukan kartu berobatnya. Setelah itu banyak pasien yang lain memasukan kartu berobat yang serupa Perawat pun memanggil pasien nya satu persatu Perawat : "Bapak Gunawan" Bapak Gunawan : "Ya" (kemudian dia masuk ruang pemeriksaan) Perawat : "Bapak Udin" Bapak udin : "Ya" Perawat : "Haji Somad" Haji somad : "Ya" Perawat : "Insinyur hasan" ....................... Perawat : "Insinyur Haasaan" (dengan lantangnya) (dalam hatinya perawat bertanya, oh mungkin lagi kebelakang) Perawat memanggil pasien yang selanjutnya, tapi tidak lupa selalu meneyelingi dengan memanggil nama Insinyur Hasan. Setelah 3 jam menunggu, karena merasa pasien yang menunggu sudah sedikit bapak tua tadi mendekati perawat. Bapak tua : "Neng ko nama bapak dari tadi gak di panggil-panggil" Perawat : "Loh nama bapak siapa" (kebingungan) Bapak tua : "Nama bapak IRHASAN" (perawat itu terkejut dan pucat pasi) Perawat : "Oh pak maaf saya pikir nama bapak Insinyur Hasan (Ir di baca insinyur), maaf sekali lagi pak..." Perawat : "Silakan sekarang bapak masuk duluan" Bapak tua : "Tidak apa apa neng...?!?!?!" (sambil dongkol masuk keruang pemeriksaan)

Baca Selengkapnya....

Senin, 12 Januari 2009

SHALAT

TIGA MASALAH PENTINGTENTANG SHALAT
RISALAH PERTAMA TATA CARA SHALAT NABI MUHAMMAD
Segala puji hanya milik Allah semata, shala-wat dan salam semoga tetap dicurahkan kepada hamba dan utusanNya, yaitu Nabi Muhammad, keluarga dan para shahabatnya. Amma ba`du: Berikut ini adalah uraian singkat tentang sifat (tata cara) shalat Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam . Penulis ingin menyajikannya kepada setiap muslim, baik laki-laki ataupun perempuan, agar siapa saja yang membaca-Nya dapat bersungguh-sungguh dalam mencontoh (berqudwah) kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. di dalam masalah shalat, sebagaimana sabda beliau: "Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat." (HR. Al-Bukhari). Kepada para pembaca, berikut ini uraiannya: 1. Menyempurnakan wudlu; (Seseorang yang yang hendak melakukan shalat) hendaknya berwudlu sebagaimana yang diperintahkan Allah; sebagai peng-amalan terhadap firmanNya: "Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak melakukan shalat, maka cucilah muka kalian, kedua tangan kalian hingga siku, dan usaplah kepala kalian, dan (cucilah) kedua kaki kalian hingga kedua mata kaki..." (Al-Ma'idah: 6). dan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam: "Tidak diterima shalat tanpa bersuci dan shadaqah dari penipuan." (HR. Muslim ). Dan sabdanya kepada orang yang tidak betul shalatnya: "Apabila kamu hendak melakukan shalat, maka sempurnakanlah wudhu". 2. Menghadap ke kiblat: Yaitu Ka`bah, di mana saja ia berada dengan seluruh tubuhnya (secara sempurna), sambil berniat di dalam hatinya untuk melakukan shalat sesuai yang ia inginkan, apakah shalat wajib atau shalat sunnah, tanpa mengucapkan niat tersebut dengan lisannya, karena mengucapkan niat dengan lisan itu tidak dibenarkan (oleh syara`), bahkan hal tersebut merupakan perbuatan bid`ah. Sebab Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah melafadzkan niat begitu juga para sahabat. Disunnahkan meletakkan sutrah (pembatas) baik sebagai imam atau shalat sendirian karena demikian itu termasuk sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Shalat harus menghadap kiblat sebab tidak sah shalat seseorang jika tidak menghadap kiblat kecuali dalam kondisi tertentu yang telah banyak dijelaskan dalam kitab-kitab fikih. 3. Takbiratul ihram dengan mengangkat ke-dua tangan hingga sejajar dengan pundak sambil mengucap Allahu Akbar lalu mengarahkan pandangan ke tempat sujud. 4. Mengangkat kedua tangan di saat bertak-bir hingga sejajar dengan kedua pundak atau sejajar dengan kedua telinganya. 5. Meletakkan kedua tangan di atas dada-nya, Yaitu dengan meletakkan tangan kanan pada punggung tangan kiri, atau pada pergelangan tangan kiri, atau pada lengan tangan kiri, karena hal tersebut ada haditsnya, (seperti) hadits yang bersumber dari Wa'il bin Hujr dan Qubaishah bin Hulb Al-Tha'iy yang ia riwaratkan dari ayahnya radhiyallahu 'anhu. 6. Disunnahkan membaca do'a istiftah: "Ya Allah, jauhkanlah antaraku dengan kesalahan-kesalahanku, sebagaimana Engkau telah menjauhkan antara timur dan barat; Ya Allah, sucikanlah aku dari kesalahan-kesalahanku seba-gaimana pakaian putih disucikan dari segala kotoran; Ya Allah, bersihkanlah aku dari kesa-lahan-kesalahanku dengan air, es dan salju" (Muttafaq `alaih yang bersumber dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam). Boleh juga membaca do'a yang lain sebagai gantinya, seperti: " Maha Suci Engkau, Ya Allah, dengan segala puji bagiMu, Maha Mulia NamaMu, dan Maha Tinggi kemuliaanMu, tiada Tuhan yang yang berhak disembah selain Engkau". Karena do'a ini ada dalil shahih dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Dan diperbolehkan membaca do'a istiftah lain dari keduanya yang ada dalil shahihnya dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Namun yang lebih afdhal (utama) adalah pada suatu saat membaca do`a istiftah yang pertama dan pada saat yang lain membaca yang kedua atau yang lainnya yang ada dalil shahihnya, karena yang demikian itu lebih sempurna dalam ber-ittiba` (mencontoh Rasu-lullah shallallahu 'alaihi wasallam). Kemudian membaca: "Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk " "Dan dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang". Dan dilanjutkan dengan membaca Surat Al-Fatihah, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: "Tidak syah shalat seseorang yang tidak membaca Surat Al-Fatihah ", dan sesudah itu membaca "Amin" secara jelas (nyaring) dalam shalat jahriyah, dan sirr (tersembunyi) dalam shalat sirriyah. Kemudian membaca ayat-ayat Al-Qur'an, dan diutamakan bacaan dalam shalat Zhuhur, Ashar dan Isya' dari surat-surat yang agak panjang, dan pada shalat Shubuh surat-surat yang panjang, sedangkan pada shalat Maghrib surat-surat pendek dan pada suatu saat boleh juga membaca surah yang panjang atau setengah panjang, maksudnya pada shalat Maghrib, sebagaimana yang diriwayatkan dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Dan pada shalat Ashar hendaknya membaca surat yang lebih pendek dari pada bacaan shalat dzuhur 7. Ruku` sambil bertakbir dan mengangkat kedua tangan hingga sejajar dengan kedua pun-dak atau kedua telinga, dengan menjadikan kepala sejajar dengan punggung dan meletakkan kedua tangan pada kedua lutut dengan jari-jari terbuka sambil thuma'ninah di saat ruku` dan mengucapkan: "Maha suci RabbKu Yang Maha Agung" Dan lebih diutamakan membacanya tiga kali atau lebih, dan di samping itu dianjurkan pula membaca: "Maha Suci Engkau, Wahai Rabb kami dan dengan segala puji bagiMu, Ya Allah, ampunilah aku". 8. Mengangkat kepala dari ruku', sambil mengangkat kedua tangan hingga sejajar dengan kedua pundak atau kedua telinga sambil membaca: "Semoga Allah mendengar orang yang memuji-Nya". baik sebagai imam atau shalat sendirian. Lalu di saat berdiri mengucapkan: "Wahai Rabb kami, milikMu segala pujian sebanyak-banyaknya lagi baik dan penuh berkah, sepenuh langit dan bumi, sepenuh apa yang ada di antara keduanya dan sepenuh apa saja yang Engkau kehendaki kelak". Dan jika ditambah lagi sesudah itu dengan do'a: " Pemilik puja dan puji, ucapan yang paling haq yang diucapkan oleh seorang hamba; dan semua kami adalah hamba bagiMu; Ya Allah, tiada penghalang terhadap apa yang Engkau berikan, dan tiada yang dapat memberikan terhadap apa yang Engkau halangi, tiada berguna bagi orang yang memiliki kemuliaan, karena dariMu lah kemuliaan". Maka hal tersebut baik, karena yang demikian itu ada dasarnya dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dalam beberapa hadits shahih. Adapun jika ia sebagai ma'mum, maka di saat mengangkat kepala membaca: "Wahai Rabb kami, milikMu lah segala puji-an"... hingga akhir bacaan di atas. Dan dianjurkan meletakkan kedua tangannya di atas dadanya, sebagaimana yang ia lakukan pada saat berdiri sebelum ruku`, karena keshahihan hadits dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang menunjukkan demikian, yaitu hadits yang bersumber dari Wa'il bin Hujr dan Sahal bin Sa`ad radhiyallahu 'anhu. 9. Sujud sambil bertakbir dengan meletak-kan kedua lutut sebelum kedua tangan, jika hal tersebut memungkinkan. Dan jika tidak, maka men-dahulukan kedua tangan sebelum kedua lutut, sambil menghadapkan jari-jari kedua telapak kaki dan jari jari kedua telapak tangan ke qiblat, dengan posisi jari-jari telapak tangan rapat. Dan sujud di atas tujuh anggota tubuh, yaitu dahi bersama hidung, kedua telapak tangan, kedua lutut dan ujung jari kedua telapak kaki, sambil membaca do'a: "Maha Suci Rabbku Yang Maha Tinggi." tiga kali atau lebih: Dianjurkan pula membaca: "Maha Suci Engkau, Ya Allah Rabb kami, dengan segala puji bagiMu. Ya Allah ampunilah aku ". Dan memperbanyak do'a, sebagaimana sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam: "Adapun ruku`, maka agungkanlah Tuhan pada saat itu, dan adapun sujud, maka bersungguh-sungguhlah kalian dalam berdo'a, sebab layak untuk diterima bagi kalian." Dan juga sabda beliau shallallahu 'alaihi wasallam: " Posisi terdekat seorang hamba dari Tuhannya adalah di saat ia sedang sujud, maka dari itu perbanyaklah do'a." Kedua hadis tersebut diriwayatkan oleh Muslim di dalam Shahihnya. Hendaknya (diwaktu sujud) ia memohon kepa-da Tuhannya kebaikan dunia dan akhirat untuk dirinya dan untuk orang lain dari kaum muslimin, baik itu dalam shalat wajib maupun dalam shalat sunnah. Dan (diwaktu sujud) hendaknya mereng-gangkan kedua lengan tangan dari kedua lambung dan perut dari kedua pahanya sambil mengangkat kedua hasta/lengah tangannya dari tanah, sebab Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: " Tegak luruslah kalian di saat sujud dan jangan ada seorang dari kalian meletakkan kedua lengan tangannya seperti anjing meletakkan kedua lengan tangannya." (Muttafaq `alaih). 10. Mengangkat kepala sambil bertakbir, bertumpu pada kaki kiri dan mendudukinya, sedang-kan kaki kanan ditegakkan, meletakkan kedua tangan di atas ujung kedua paha dan kedua lutut, lalu mem-baca: "Wahai Rabbku, ampunilah aku; wahai Rabbku, ampunilah aku; wahai Rabbku, ampunilah aku. Ya Allah, ampunilah aku, belas kasihilah aku, berilah aku petunjuk, berilah aku rizki, berilah aku kesehatan dan tutupilah kekuranganku." Hendaknya thuma'ninah (berhenti sebentar) di waktu duduk, hingga setiap persendian benar-benar berada pada posisinya, sebagaimana di saat ia berdiri i`tidal sebelum ruku`, karena Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memanjangkan (waktu) i`tidalnya sesudah ruku` dan ketika duduk di antara dua sujud. 11. Sujud yang kedua sambil bertakbir, dalam melakukannya sebagaimana ia melakukan pada sujud pertama. 12. Mengangkat kepala (bangun) sambil bertakbir, dan duduk sejenak seperti duduk antara dua sujud. Ini disebut duduk istirahat, hukumnya sunnah menurut pendapat yang lebih kuat dari dua pendapat para ulama, dan jika ditinggalkan maka tidak apa-apa. Dan pada duduk ini tidak ada bacaan atau pun do'a. Lalu bangkit dan berdiri untuk melakukan raka`at yang kedua dengan bersanggah pada kedua lutut jika memungkinkan, dan jika tidak memung-kinkan, maka bersanggah kepada kedua tangan di atas lantai, kemudian membaca Al-Fatihah dan sete-rusnya seperti apa yang dilakukan pada raka`at yang pertama. Tidak boleh bagi seorang ma'mum menda-hului imam, karena Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melarang umatnya dari tindakan seperti itu, demikian juga dibenci memba-rengi imam. Sunnahnya bagi ma`mum, gerakan-gerakannya harus sesudah gerakan-gerakan imam-nya dengan tidak berbarengan, dan harus setelah terhentinya suara imam, karena Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: " Sesungguhnya imam itu dijadikan sebagai imam agar diikuti, maka janganlah kalian menyelisihinya, oleh karena itu, jika ia bertakbir maka bertakbirlah kalian, dan jika ia ruku` maka ruku`lah kalian, dan apabila ia membaca: "Sami`allahu liman hamidah", maka bacalah: "Rabbana wa lakal-hamdu", dan apabila ia sujud, maka sujudlah kalian" (Muttafaq `alaih). 13. Jika shalat itu adalah shalat dua raka`at, seperti shalat Subuh, shalat Jum`at dan shalat `Id, maka duduk iftirasy setelah bangkit dari sujud kedua, yaitu dengan menegakkan kaki kanan, dan bertumpu pada kaki kiri, tangan kanan diletakkan di atas paha kanan dengan menggenggam semua jari kecuali jari telujuk untuk berisyarat kepada tauhid di saat meng-ingat Allah shallallahu 'alaihi wasallam dan berdo'a. Jika jari manis dan jari kelingking tangan kanan digenggamkan, sedangkan ibu jari dibentuk lingkaran dengan jari tengah dan berisyarat dengan jari telunjuk, maka hal tersebut sangat baik sekali, karena kedua cara tersebut ada di dalam hadits shahih dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Dan afdhalnya melakukan cara yang pertama pada suatu saat dan cara yang kedua pada saat yang lain. Sedangkan tangan kiri diletakkan di atas (ujung) paha kiri dan lutut; lalu membaca Tasyahhud, yaitu: Kemudian dilanjutkan dengan membaca: Lalu memohon perlindungan kepada Allah dari empat hal dengan membaca: Kemudian berdo'a, memohon kepada Allah untuk kebaikan dunia dan akhirat. Dan apabila berdo`a untuk kedua orang tua atau untuk kaum muslimin, maka dibolehkan, baik di waktu shalat wa-jib ataupun shalat sunnah, berdasarkan hadits Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dari Ibnu Mas`ud radhiyallahu 'anhu ketika Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengajarinya Tasyahhud, beliu bersabda: "Kemudian hendaknya ia memilih do`a yang lebih disukai, lalu berdo`a" Do`a yang disebutkan dalam hadist di atas men-cakup semua apa saja yang berguna bagi seseorang dalam kehidupan dunia dan akhirat. Setelah itu memberi salam dengan menoleh ke kanan dan salam dengan menoleh ke kiri, seraya mengucapkan: 14. Jika shalat yang dikerjakan adalah tiga raka`at, seperti shalat Maghrib, atau empat raka`at, seperti shalat Zhuhur, `Ashar dan Isya', maka hendak-nya ia membaca tasyahhud tersebut di atas dengan membaca shalawat kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, kemudian bang-kit dengan bersanggah kepada kedua lututnya, sambil mengangkat kedua tangan sampai sejajar dengan kedua pundak dan membaca Allahu Akbar, lalu mele-takkan kedua tangan di dada sebagaimana diterang-kan di atas kemudian membaca Al-Fatihah saja. Jika ia membaca surah atau ayat pada raka`at ketiga dan keempat dalam shalat dzuhur sesudah al-Fatihah pada saat-saat tertentu, maka tidak apa-apa. Karena ada hadits shahih yang menunjukkan hal tersebut dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang bersumber dari Abu Sa`id radhiyallahu 'anhu. Dan jika tidak membaca shalawat pada tasyah-hud pertama, maka tidak apa-apa, karena hukumnya sunnah, tidak wajib dalam tasyahhud awal. Kemudian membaca tasyahhud setelah raka`at ketiga pada shalat Maghrib, dan setelah raka`at keempat dari shalat Zhuhur, Ashar dan Isya', berikut dengan shalawat kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam , dan memohon perlindungan kepada Allah dari empat perkara yang disebutkan di atas (adzab Neraka Jahannam, siksa kubur, fitnah kehi-dupan dan kematian dan dari kejahatan fitnah Dajjal), lalu perbanyak berdo`a. Dan di antara do`a yang diajarkan pada akhir tahiyyat (tasyahhud) dan juga dalam kesempatan-kesempatan lainnya adalah: " Ya Rabb kami, karuniakan kepada kami kebajikan di dunia dan kebajikan di akhirat dan peliharalah kami dari adzab api Neraka". Karena ada hadits shahih yang bersumber dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Kebanyakan dari do`a-do`a Nabi shallallahu 'alaihi wasallam itu adalah Rabbana atina fiddunya hasanah wafil akhirati hasanah wa qina adzaban nar. Sebagaimana telah disebutkan di atas dalam shalat yang dua raka`at, hanya saja posisi duduk saat ini adalah duduk tawarruk, yaitu duduk dengan meletakkan telapak kaki kiri di bawah betis kaki kanan dan kemudian mendudukkan pantat di atas tanah, sedangkan kaki kanan tegak, berdasarkan hadits yang bersumber dari Abu Humaid. Kemudian memberi salam ke kanan sambil mengucapkan: dan salam ke kiri seraya mengucapkan: Sehabis itu beristighfar (memohon ampun) kepada Allah tiga kali, membaca: "Ya Allah, Engkaulah Yang Maha Selamat dan dariMu-lah keselamatan, Maha Suci Engkau, wahai Tuhan Pemilik keagungan dan kemulia-an; tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata, tiada sekutu bagiNya, milikNya lah kerajaan, dan milikNya-lah segala pujian, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu; tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah. Ya Allah, tiada yang dapat menghalangi terhadap apa yang Engkau berikan, dan tiada yang dapat memberi terhadap apa yang Engkau halangi, tidaklah bermanfaat kemuliaan bagi pemiliknya kecuali kemuliaan itu dari Engkau. Tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan kami tidak menyembah kecuali hanya kepadaNya; kepunyaanNya lah kenikmatan dan milikNya lah karunia, dan bagiNya-lah sanjungan yang baik, tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah, dengan tulus ikhlas tunduk kepadaNya sekalipun orang-orang kafir tidak suka". Kemudian bertasbih (mengucapkan Subhanallah ) sebanyak 33 kali, memuji Allah (mengucapkan Alhamdulillah) 33 kali dan bertakbir (mengucapkan Allahu akbar) 33 kali, serta digenapkan menjadi seratus dengan mengucapkan: "Tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata, tiada sekutu bagiNya, kepunyaan-Nya-lah kerajaan, dan milikNya-lah segala pujian, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu". Lalu membaca ayat Kursi, Surat Al-Ikhlash, surat Al-Falaq dan Surah An-Nas pada setiap kali selesai shalat. Dan dianjurkan (disunnahkan) meng-ulang tiga surat tersebut sebanyak 3 kali setelah selesai shalat Maghrib dan shalat subuh, berdasarkan hadits shahih dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang menganjurkan tentang hal itu, begitu pula dianjurkan (disunnahkan) menambah dzikir tersebut di atas, terutama setelah shalat Maghrib dan shalat Subuh dengan dzikir berikut 10 kali: "Tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata, tiada sekutu bagiNya, kepunyaan-Nya-lah kerajaan, dan milikNya-lah segala pujian, Dia menghidupkan dan mematikan dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu". Semua itu berdasarkan hadits shahih dari Rasu-lullah shallallahu 'alaihi wasallam. Jika ia sebagai imam, maka hendaknya berbalik menghadap para ma'mum sesudah beristighfar 3 kali dan mengucapkan: "Ya Allah, Engkau Yang Maha selamat dan dariMu lah keselamatan, Maha Tinggi lagi Maha Suci Engkau, wahai Pemilik keagungan dan kemuliaan". Kemudian membaca dzikir-dzikir sebagaimana tersebut di atas, yang banyak disebutkan dalam hadits-hadits dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, di antaranya adalah hadits shahih yang dari `Aisyah radhiyallahu 'anhu yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. Semua dzikir di atas hukumnya sunnah, tidak wajib. Disunnahkan pula bagi setiap muslim, baik laki-laki atau perempuan shalat sunnah 4 raka`at sebelum Zhuhur dan 2 raka`at sesudahnya, 2 raka`at sesudah shalat Maghrib, 2 raka`at sesudah Isya dan 2 raka`at sebelum shalat Subuh. Jumlah kesemuanya 12 raka`at, yang dinamakan shalat rawatib; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam selalu menjaganya di waktu muqim, adapun di waktu beper-gian beliau hanya melakukan shalat sunnat Subuh dan witir. Untuk kedua shalat sunnah tersebut Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah meninggalkannya baik di waktu muqim maupun di waktu bepergian. Beliau adalah teladan bagi kita, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik". (Al-Ahzab: 21). Dan juga sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: "Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat".(HR. Bukhari). Dan lebih utama (afdhal) shalat-shalat rawatib dan shalat witir dilakukan di rumah, namun jika dilakukan di masjid, maka tidak apa-apa sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: "Sebaik-baik shalat seseorang adalah di rumah, kecuali shalat wajib." (Hadits ini disepakati keshahihannya oleh Bukhari dan Muslim) Menjaga shalat rawatib dengan sungguh-sung-guh merupakan bagian dari sebab seseorang masuk Surga, sebagaimana yang diriwayatkan di dalam Shahih Muslim dari Ummi Habibah radhiyallahu 'anhu sesungguh-nya dia berkata: Saya telah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tiada seorang hamba muslim pun yang selalu melakukan shalat sunnat 12 raka`at selain dari shalat wajib pada setiap hari, melainkan Allah bangun untuknya sebuah istana di Surga." Dan sesungguhnya Imam At-Tirmidzi di dalam riwayat haditsnya juga menjelaskan (menafsirkan) hadits di atas sebagaimana yang kami sebutkan tadi. Jika ia melakukan 4 raka`at sebelum shalat Ashar, 2 raka`at sebelum Maghrib, dan dua raka`at sebelum shalat Isya`, maka itu lebih baik sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: "Allah akan memberi rahmat kepada seseorang yang selalu shalat 4 raka`at sebelum Ashar". (HR. Imam Ahmad, Abu Daud, At-Tirmidzi, dan ia menghasankannya; dishahihkan Ibnu Huzaimah, sanad hadits tersebut shahih). Dan juga sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: " Di antara dua adzan (adzan dan iqamah) ada shalatnya, di antara dua adzan ada shalatnya, -Lalu beliau bersabda untuk ketiga kalinya: Bagi yang menghendaki." (HR. Al-Bukhari) Dan jika shalat 4 raka`at setelah shalat Zhuhur dan 4 raka`at sebelumnya, maka itu pun baik pula, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: "Barangsiapa yang menjaga 4 raka`at sebelum Zhuhur dan 4 raka`at sesudahnya, maka ia diharamkan oleh Allah atas api Neraka." (HR. Ahmad dan Ahlus Sunan dengan sanad shahih dari Ummi Habi-bah radhiyallahu 'anhu) Maksudnya adalah, ia menambah 2 raka`at atas shalat sunnat rawatib sesudah Zhuhur, karena shalat sunnat rawatib Zhuhur itu 4 raka`at sebelumnya dan 2 raka`at sesudahnya. Maka jika ia melakukan dua rak`at shalat sunnat lagi sesudahnya, tercapailah apa yang disebutkan di dalam hadits Ummi Habibah tersebut. Dan Allahlah Pemberi taufiq, dan semoga Allah tetap mencurahkan shalawat dan salam kepada nabi kita Nabi Muhammad bin Abdullah shallallahu 'alaihi wasallam, kepada ke-luarga dan para shahabatnya serta para pengikutnya hingga hari Kiamat. RISALAH KEDUA KEHARUSAN MELAKSANAKAN SHALAT FARDHU DENGAN BERJAMA`AH Dari Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditujukan kepada siapa saja yang melihat buku ini dari kaum muslimin .. Semoga Allah memberi mereka taufiq terhadap segala hal yang mengandung keridhaanNya, dan semoga Dia menghimpunku dan mereka dalam himpunan orang-orang yang takut dan bertaqwa kepadaNya. Amin. Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh, waba`du: Telah sampai berita kepadaku bahwasanya banyak kaum muslimin yang mengabaikan dalam melakukan shalat wajib secara berjama`ah, mereka berdalih dengan pendapat sebagian ulama yang menggampangkan hal ini. Maka saya berkewajiban untuk menjelaskan betapa besarnya permasalahan ini dan betapa sangat penting; dan tidak diragukan lagi bahwa mengabaikan shalat berjamaah adalah suatu kemungkaran yang sangat besar dan bahayanya pun fatal. Maka tugas dan kewajiban para ulama adalah memberikan penjelasan dan peringatan, terhadap pengabaian tersebut yang merupakan kemungkaran nyata, yang tidak boleh didiamkan. Dan sudah dimaklumi bersama, bahwasanya tidaklah layak bagi seorang muslim menganggap remeh suatu perkara yang kedudukannya dimuliakan oleh Allah di dalam Kitab Sucinya, dan diagungkan oleh RasulNya yang mulia shallallahu 'alaihi wasallam. Berulang kali Allah Ta'ala menyebutkan shalat di dalam Kitab Sucinya, Dia tinggikan kedudukannya, Dia perintahkan agar memelihara dan melaksanakan-nya dengan berjama`ah. Dan Dia peringatkan bahwa meremehkan dan bermalas-malasan dalam melaku-kannya merupakan ciri (sifat) orang-orang munafiq, sebagaimana firmanNya: Peliharalah segala shalat (mu) dan peliharalah shalat wustha. Berdirilah karena Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu`. (Al-Baqarah; 238). Dan bagaimana manusia akan mengetahui bahwa seorang hamba memelihara shalat dan mengagungkannya, padahal ia telah meninggalkan shalat berjama`ah bersama-sama suadara-saudaranya (kaum muslimin) dan menganggap remeh kedudukannya. Padahal Allah telah berfirman: "Dan dirikanlah shalat, tunaikan zakat dan ruku`lah beserta orang-orang yang ruku`. (Al-Baqarah: 43) Ayat di atas secara tegas menjelaskan kewajiban melakukan shalat wajib dengan berjama`ah dan me-nyertai shalat orang-orang yang shalat; dan sekiranya yang dimaksud oleh ayat tersebut hanya menegak-kannya saja, maka tidak jelaslah korelasi gamblang pada ujung ayat (dan ruku`lah kalian bersama-sama orang-orang yang ruku`), karena Allah telah mem-erintahkan agar menegakkannya pada awal ayat. Dan Dia pun berfirman: "Dan apabila kamu berada di tengah-tengah me-reka (shahabatmu) lalu kamu hendak mendiri-kan shalat bersama-sama mereka, maka hendak-lah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apa bila mereka(yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan seraka`at), maka hen-daklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum shalat, lalu shalatlah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap-siaga dan menyandang senjata. (An-Nisa': 102). Pada ayat di atas Allah mewajibkan shalat berjama`ah dalam kondisi perang dan penuh keta-kutan, maka bagaimana dalam kondisi damai? Kalau sekiranya seseorang diperbolehkan meninggalkan shalat berjama`ah, niscaya para tentara yang berbaris menghadang musuh dan orang-orang yang terancam serangan musuh itu lebih berhak untuk diperboleh-kan meninggalkan shalat berjama`ah. Oleh karena hal itu tidak terjadi (Baca: tidak diperbolehkan mening-galkan shalat berjama`ah), maka dapat kita ketahui bahwa shalat berjama`ah itu termasuk kewajiban yang sangat penting, dan tidak diperbolehkan bagi seorang pun meninggalkannya. Dan di dalam Shahih Bukhari dan Muslim ter-dapat hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwasanya Ra-sulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sungguh, aku telah bertekad untuk menyuruh (para shahabat) melakukan shalat, dan aku suruh seseorang untuk mengimaminya, kemudian aku pergi bersama beberapa orang yang membawa beberapa ikat kayu bakar menuju orang-orang yang tidak ikut shalat berjama`ah, untuk membakar rumah mereka dengan api. (Al-Hadits). Di dalam kitab Musnad Imam Ahmad meriwayatkan bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Kalau sekiranya tidak karena istri-istri dan anak-anak berada di dalam rumah mereka, niscaya aku bakar rumah mereka." Di dalam Shahih Muslim dari Abdullah bin Mas`ud radhiyallahu 'anhu mengatakan: "Sesungguhnya kami telah menyaksikan, bahwa tidak ada yang meninggalkan shalat berjama`ah (di masa kami) kecuali orang munafiq yang telah jelas kemunafikannya, atau orang sakit. Padahal ada di antara yang sakit berjalan de-ngan diapit oleh dua orang untuk mendatangi shalat berjama`ah". Dan dia juga berkata: " Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah mengajari kami sunnah-sunnah agama, dan di antara sunnah-sunnah tersebut adalah shalat di masjid yang dikumandangkan adzan di dalamnya". Dan di dalam Shahih Muslim juga dia berkata: "Barangsiapa yang ingin berjumpa Allah di kemudian hari dalam keadaan muslim, maka hendaklah ia memelihara shalat lima waktu ini dengan melakukannya dimana saja ada seruan adzan, karena sesungguhnya Allah telah menetapkan (mensyari`atkan) jalan-jalan menuju hidayah (petunjuk-petunjuk agama), dan sesungguhnya melakukan shalat lima waktu dengan berja-ma'ah adalah termasuk jalan-jalan menuju hidayah. Maka sekiranya kalian shalat di rumah-rumah kalian sebagaimana orang yang lalai melakukannya di rumah, maka berarti kalian te-lah meninggalkan sunnah (ajaran) nabi kalian, dan jika kalian meninggalkan sunnah nabi kali-an, niscaya kalian sesat. Dan tiada seseorang bersuci (berwudhu), lalu melakukannya dengan baik (sempurna), kemudian ia datang ke salah satu masjid dari masjid-masjid yang ada ini, melainkan Allah mencatat baginya satu keba-jikan untuk setiap langkah yang ia ayunkan, dan Dia mengangkatnya satu derajat karena langkah itu, serta Dia hapuskan dari padanya satu dosa. Sesungguhnya, kami telah menyaksikan, bahwa tiada seorang pun yang meninggalkan shalat berjama`ah (di masa kami), kecuali orang munafiq yang sudah jelas kemunafikannya. Dan sesungguhnya ada orang yang diapit oleh dua orang menuju masjid hingga didirikan di shaf." Di dalam shahih Muslim juga diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwasanya ada seorang buta yang berkata: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya tidak ada orang yang menuntunku ke masjid, apakah ada keringanan bagiku untuk shalat di rumahku? Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: Apakah kamu mendengar seruan adzan? Orang itu menjawab: Ya. Maka Nabi bersabda: Kalau begitu penuhi seruan itu." Dan juga ada hadits shahih yang menyatakan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda: "Barangsiapa yang mendengar seruan adzan, lalu ia tidak datang (memenuhi seruan shalat berjama`ah itu), maka tidak sah shalatnya, kecuali karena ada udzur". Suatu ketika Ibnu Abbas ditanya: Apa udzur itu? Ia menjawab: Takut (serangan musuh) atau sakit. Dan hadits-hadits yang menunjukkan tentang kewajiban shalat berjama`ah dan kewajiban melaku-kannya di masjid-masjid yang diizinkan Allah untuk ditinggikan dan disebutkan namaNya, sangat banyak sekali. Maka kewajiban setiap muslim adalah mem-perhatikan masalah ini dan segera melakukannya serta menganjurkan dan menasihati anak-anak, keluarga dan para tetangga serta saudara-saudaranya yang seiman untuk melakukan perkara ini, sebagai ketaatan kepada perintah Allah dan RasulNya, dan supaya terhindar dari perbuatan yang dilarang oleh Allah dan RasulNya, dan jauh dari sifat-sifat orang-orang munafiq yang dinyatakan oleh Allah dengan sifat-sifat yang tercela, yang di antaranya adalah kela-laian mereka dalam melakukan shalat. Sebagaimana firman Allah Ta'ala: "Sesungguhnya orang-orang munafiq itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya' (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidak-lah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali. Mereka dalam keadaan ragu-ragu antara yang demikian (iman atau kafir): tidak masuk kepada golongan ini(orang-orang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu(orang-orang kafir). Barangsiapa yang disesatkan Allah, maka kamu sekali-kali tidak akan mendapat jalan (untuk memberi petunjuk) baginya. (An-Nisa': 142-143) Dan sesungguhnya meninggalkan shalat ber-jama`ah merupakan penyebab utama dari pengabaian pelaksanaan shalat secara keseluruhan. Sudah dimaklumi bahwa meninggalkan shalat adalah suatu kekafiran dan kesesatan serta keluar dari Islam, karena Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "(Pembatas) antara seorang muslim dengan kemusrikan dan kekufuran adalah meninggalkan shalat." (HR. Muslim di da-lam kitab Shahihnya bersumber dari Jabir radhiyallahu 'anhu) Dan beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Perjanjian antara kita dengan mereka (orang munafik) adalah shalat, barangsiapa meninggalkannya maka sesungguhnya ia telah kafir". (HR. Imam Ahmad dan Ashabus sunan dengan sanad shahih). Ayat-ayat Al-Qur`an dan hadits-hadits Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang menjelaskan tentang kedudukan shalat, kewajib-an memeliharanya dan mendirikannya sebagaimana yang disyari`atkan Allah serta peringatan keras terha-dap pengabaiannya sangat banyak. Maka kewajiban setiap muslim adalah memelihara (pelaksanaan)nya tepat pada waktunya dan mendirikannya sebagaimana yang disyari`atkan Allah bersama saudara-saudaranya di masjid-masjid, sebagai tanda kepatuhan kepada Allah Ta'ala dan rasulNya, dan agar terhindar dari murka Allah dan kepedihan adzabNya. Dan apabila kebenaran dan dalil-dalinya telah jelas, maka tidak boleh bagi seorang pun menyim-pang darinya karena pendapat si Fulan atau si Fulan. Sebab Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman: "Kemudian jika kamu berlainan pendapat ten-tang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (Sunnahnya) jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari Kemudian. Yang demikian itu utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (An-Nisa': 59) Dan firmanNya: "Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih." (An-Nur: 63). Sudah tidak diragukan lagi bahwa shalat berja-a`ah itu mengandung faidah yang sangat banyak dan maslahat yang sangat jelas di antaranya adalah saling mengenal (ta`aruf ), saling menolong dalam kebajikan dan ketaqwaan, saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran, memberi dorongan kepada orang yang lalai, mengajar orang yang bodoh, mem-bongkar kemarahan orang-orang munafiq dan men-jauhi jalan mereka, menampakkan syi`ar-sy`iar agama kepada segenap hamba-hambaNya, berdakwah di jalan Allah dengan lisan amal, dan faidah lain yang masih banyak. Sebagian orang ada yang bergadang di malam hari sehingga terlambat melakukan shalat Subuh, dan sebagian lagi ada yang meninggalkan shalat Isya`. Tentu, hal seperti itu merupakan kemungkaran besar dan tasyabbuh (meniru perbuatan) orang-orang munafiq, sebagaimana firman Allah Ta'ala: "Sesungguhnya orang-orang munafiq itu (ditem-patkan) pada tingkatan yang paling bawah dari Neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan men-dapat seorang penolong pun bagi mereka. (An-Nisa: 145). Dan juga firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: "Orang-orang munafiq laki-laki dan perempuan, sebagian dengan sebagian yang lain adalah sa-ma, mereka menyuruh berbuat yang mungkar dan melarang berbuat yang ma`ruf, dan mereka menggenggamkan tangannya, mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafiq itulah orang-orang yang fasiq. Allah mengancam orang-orang munafiq laki-laki dan perempuan dan orang-orang kafir dengan Neraka Jahannam. Mereka kekal di dalamnya. Cukuplah Neraka itu bagi mereka; dan Allah melaknati mereka; dan bagi mereka adzab yang kekal. (At-Taubah 67-68). Dan Allah berfirman tentang mereka: "Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melain-kan karena mereka kafir kepada Allah dan RasulNya dan mereka tidak mengerjakan shalat, melainkan dengan malas dan tidak pula menaf-kahkan harta mereka, melainkan dengan rasa enggan. Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan memberi harta benda dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia dan kelak akan melayang nyawa mereka, sedang mereka dalam keadaan kafir. (At-Taubah-54-55). Maka wajib bagi setiap muslim laki-laki dan perempuan waspada dari menyerupai (meniru-niru) orang-orang munafiq baik perbuatan, perkataan dan kemalasan mereka dalam menunaikan shalat dan pengabaian mereka dalam melakukan shalat Isya` dan Subuh dengan berjama`ah, agar tidak dihimpun ber-sama mereka. Dalam riwayat hadits shahih Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ber-sabda: " Shalat yang paling berat menurut orang-orang munafiq adalah shalat Isya` dan shalat Shubuh. Sekiranya mereka mengetahui pahala yang ter-kandung pada keduanya, niscaya mereka akan datang untuk melakukannya (secara berja-ma`ah) sekalipun dengan merangkak". (Muttafaq alaih). Dan sabdanya: "Barangsiapa meniru-niru (menyerupai) suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka". (HR. Imam Ahmad, bersumber dari Abdullah bin Umar shallallahu 'alaihi wasallam dengan sanad hasan). Semoga Allah memberi taufiq kepadaku dan kepada pembaca menuju keridhaanNya dan kebaikan di dunia dan akhirat, dan semoga Dia melindungi kita dari kejahatan nafsu, amal-amal buruk kita dan dari perbuatan yang menyerupai orang-orang kafir dan munafiq. Sesungguhnya Dia Maha Pemurah lagi Maha Mulia. RISALAH KETIGA HUKUM SHALAT DAN BERSUCI BAGI ORANG SAKIT Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam, sha-lawat dan salam semoga tetap dicurahkan kepada nabi dan rasul yang termulia, nabi kita Muhammad, dan kepada keluarga serta segenap para shahabatnya, wa ba`du: Berikut ini adalah uraian singkat yang berhu-bungan dengan beberapa hukum bersuci dan shalat bagi orang sakit. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menetapkan kewa-jiban bersuci untuk setiap shalat, karena sesungguh-nya menghilangkan hadats dan najis, baik pada tu-buh, pakaian atau tempat shalat, keduanya merupa-kan bagian dari syarat-syarat sahnya shalat. Maka apabila seorang muslim hendak melakukan shalat, ia wajib berwudhu (bersuci) dari hadats kecil, atau mandi terlebih dahulu jika ia berhadats besar. Dan sebelum berwudhu ia harus beristinja' (bersuci) dengan air atau beristijmar dengan batu jika kencing atau buang air besar, agar kesucian dan kebersihan menjadi sempurna. Dan berikut ini uraian tentang berapa hukum yang berkaitan dengan hal di atas: Bersuci dengan air dari apa saja yang keluar dari qubul atau dubur, seperti air kencing atau berak adalah wajib. Dan tidak diwajibkan (kepada seseorang) ber-istinja karena tidur atau keluar angin (kentut), yang wajib baginya adalah berwudlu. Sebab, istinja' itu disyari`atkan untuk menghilangkan najis. Sementara, tidur dan keluar angin itu tidak ada najis. Istijmar adalah pengganti istinja (bersuci) de-ngan air. Dan istijmar dengan batu atau sesuatu yang serupa dengannya. Dalam beristijmar harus meng-gunakan tiga buah batu yang suci dan bersih, sebab Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam hadits shahihnya bersabda: "Barangsiapa beristijmar hendaklah ia mengganjilkannya". Dan beliu juga bersabda: "Apabila seorang diantara kalian pergi kebela-kang untuk buang air besar, maka hendaklah membawa tiga batu, karena sesungguhnya hal itu cukup baginya" (HR. Abu Daud). Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang beristijmar dengan kurang dari tiga batu, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim. Tidak boleh beristijmar dengan kotoran (manusia atau hewan), tulang atau makanan, atau apa saja yang haram. Afdhalnya adalah beristijmar dengan batu atau apa saja yang serupa dengannya, seperti tissue dan lain-lain, kemudian diakhiri dengan air. Karena batu berfungsi menghilangkan materi najis, sedangkan air mensucikan tempat (najis). Maka yang demikian ini lebih suci. Seseorang boleh memilih antara beristinja' dengan air atau beristijmar dengan batu dan benda yang serupa dengannya, atau menggabungkan antara keduanya. Dari Anas radhiyallahu 'anhu bahwa dia berkata: "Bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah masuk ke jamban, dan aku bersama anak sebaya denganku memba-wa bejana berisi air dan tongkatnya. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beristinja dengan air itu". (Muttafaq alaih). Dan dari `Aisyah radhiyallahu 'anhu bahwa ia berkata kepada sekelompok orang: "Suruhlah suami-suami kalian ber-suci dengan air, karena sesungguhnya aku malu kepada mereka, dan sesungguhnya Rasulullah radhiyallahu 'anhu selalu melakukannya". Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini shahih". Apabila memilih salah satunya, maka (dengan) air itu lebih afdhal, karena air dapat mensucikan tempat (najis) dan menghilangkan materi dan bekas najis. Air itu lebih sempurna dalam membersihkan. Dan seandainya memilih bersuci dengan mengguna-kan batu, maka boleh dengan syarat menggunakan tiga batu yang dapat membersihkan tempat (najis). Jika tiga batu tidak cukup untuk (membersih-kan), maka ditambah satu atau dua lagi hingga tempat najis benar-benar bersih. Dan afdhalnya disudahi dengan hitungan ganjil, karena Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa beristijmar hendaklah mengganjilkan". Dan tidak boleh beristijmar dengan tangan kanan, karena Salman berkata di dalam haditsnya: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah melarang siapa saja dari kami beristinja dengan tangan kanan". Dan beliau bersabda: " Jangan ada seorang di antara kamu memegang kemaluannya dengan tangan kanan di saat ia kencing, dan jangan pula mengusap (meng-lap) setelah buang air besar dengan tangan kanan". Jika tangannya patah atau sakit atau karena hal lain, maka boleh beristijmar dengan tangan kanan, karena terpaksa, dan tidak apa-apa. Jika bersuci dengan melakukan keduanya, istijmar dan istinja dengan air, maka yang demikian itu lebih afdhal dan lebih sempurna. Ajaran Islam (Syari`at Islam) dibangun berlan-dasan kemudahan dan keringanan, maka dari itulah Allah memberikan keringanan bagi orang-orang yang mempunyai udzur di dalam peribadatan sesuai dengan udzurnya, sehingga mereka dapat beribadah kepada-Nya tanpa kesulitan. Allah Ta'ala berfirman: "Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan". (Al-Hajj: 78). Dan firmanNya: "Allah menghendaki kemudahan bagimu dan Dia tidak menghendaki kesulitan bagimu". (Al-Baqarah: 185). Dan firmanNya: "Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menu-rut kesanggupanmu". (At-Taghabun:16). Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Apabila aku perintah kalian dengan sesuatu, maka lakukanlah ia sesuai dengan kemampuan kalian". Dan beliau juga bersabda: "Sesungguhnya agama itu mudah". Orang sakit, apabila ia tidak memungkinkan bersuci dengan menggunakan air, seperti berwudhu dari hadits kecil atau mandi dari hadats besar, karena lemah atau khawatir akan bertambah parah atau kesembuhannya akan tertunda, maka ia boleh ber-tayammum, yaitu menepukkan kedua telapak tangan ke tanah yang suci satu kali, lalu menyapu mukanya dengan telapak jari-jari dan kedua tangan dengan telapak tangannya; karena Allah berfirman: "Dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kalian tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu de-ngan tanah itu. (Al-Ma`idah: 6). Orang yang tidak mampu menggunakan air kedudukannya (hukumnya) sama dengan kedudukan orang yang tidak memperoleh air, karena firman Allah Ta'ala: "Bertaqwalah kalian kepada Allah menurut ke-mampuan kalian". (At-Taghabun: 16). Dan juga sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kepada Ammar bin Yasir: "Sesungguhnya cukup bagimu melakukan dengan kedua tanganmu seperti ini". Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sam-bil menepukkan kedua tangannya ke tanah satu kali, lalu menyapukannya ke muka dan kedua telapak tangannya. Dan tidak boleh bertayamum kecuali dengan tanah bersih yang berdebu. Dan tayamum tidak sah kecuali dengan niat, karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya amal ibadah itu (tergantung) dengan niatnya, dan sesungguhnya setiap orang akan mendapat (pahala atau tidak) sesuai de-ngan niatnya". Ada beberapa kondisi orang sakit dalam hal bersuci: 1. Apabila sakitnya ringan dan tidak dikhawatir-kan akan bertambah parah jika menggunakan air, atau penyakitnya tidak mengkhawatirkan dan tidak memperlambat proses penyembuhannya, atau tidak menambah rasa sakit, atau penyakit yang serius seperti pusing, sakit gigi atau penyakit lainnya yang serupa; atau orang sakit itu masih dapat mengguna-kan air hangat dan tidak berbahaya karenanya, maka dalam kondisi seperti itu ia tidak boleh bertayamum. Sebab tayamum itu dibolehkan untuk menghindari bahaya, padahal dalam kondisi seperti ini tidak ada sesuatu yang membahayakan; dan karena ia juga memperoleh air. Dengan demikian, ia wajib meng-gunakan air. 2. Jika ia mengidap penyakit yang dapat mem-bahayakan jiwanya, atau membahayakan salah satu anggota tubuhnya, atau penyakit yang mengkha-watirkan akan timbulnya penyakit lain yang dapat membahayakan jiwanya, atau membahayakan salah satu anggota tubuhnya atau mengkhawatirkan hilang-nya manfa`at, maka dalam kondisi seperti ini ia boleh bertayamum, karena Allah berfirman: "Dan janganlah kamu membunuh dirimu, se-sungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu". (An-Nisa': 29). 3. Jika ia mengidap penyakit yang membuatnya tidak dapat bergerak. Sementara, tidak ada orang yang mengantarkan air kepadanya, maka boleh bagi-nya bertayamum. Kalau dia tidak dapat bertayamum, maka ditayamumkan oleh orang lain. Dan jika tubuh, pakaian atau tempat tidurnya terkena najis, sementara ia tidak mampu menghilangkan atau bersuci darinya, maka ia diperbolehkan melakukan shalat dalam keadaan seperti itu. Sebagaimana firman Allah Ta'ala: "Maka bertaqwalah kalian kepada Allah menu-rut kemampuan kalian". Dan tidak boleh baginya menunda waktu shalat dalam keadaan bagaimanapun atau disebabkan keti-dakmampuannya bersuci atau menghilangkan najis. 4. Bagi orang yang luka parah, berbisul, patah tulang atau penyakit apa saja yang dapat mem-bahayakan dirinya bila menggunakan air, lalu junub, maka boleh bertayamum, karena dalil-dalil di atas; akan tetapi jika ia memungkinkan untuk mencuci bagian yang sehat dari tubuhnya, maka mencuci yang demikian itu wajib dan bagian yang lain disucikan dengan tayamum. 5. Apabila si sakit berada di suatu tempat yang tidak ada air dan tanah dan tidak ada orang yang mendatangkan kepadanya, maka harus shalat (tanpa wudhu atau tayamum), dan tidak ada alasan baginya untuk menunda waktu shalat, karena firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: "Maka bertaqwalah kalian kepada Allah menurut kemampuan kalian". 6. Bagi orang yang menderita penyakit beser (kencing terus menerus) atau pendarahan yang terus-menerus atau selalu buang angin, sedangkan pengobatan tidak pernah menyembuhkannya, maka ia wajib berwudhu pada setiap kali shalat sesudah masuk waktu, dan mencuci bagian tubuh atau pakaian yang terkena kotorannya, atau memakai pakaian bersih pada setiap kali shalat, jika hal itu memungkinkan; sebab Allah telah berfirman: "Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Al-Haj: 78). Dan firmanNya: "Allah menghendaki kemudahan bagi kalian dan tidak menghendaki kesulitan bagi kalian". (Al-Baqarah: 185). Dan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: "Apabila aku perintah kalian melakukan suatu perkara, maka lakukanlah ia menurut kemam-puan kalian". Dan hendaklah ia mengambil sikap hati-hati untuk mencegah tersebarnya air seni atau darah ke pakaian, tubuh atau tempat shalatnya. Dan diperbolehkan baginya sesudah shalat hingga habis waktunya untuk melakukan shalat sunnat apa saja atau membaca Al-Qur`an. Lalu apabila waktu telah habis, wajib berwudhu' lagi atau ber-tayamum jika tidak dapat berwudhu', karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyuruh wanita yang menderita istihadhah (keluar darah terus menerus dari rahim-nya selain darah haid) agar berwudhu' pada setiap kali akan shalat wajib. Adapun air seni atau darah yang keluar pada waktu itu tidak apa-apa asalkan ia berwudhu' sesudah masuk waktu (shalat). Jika pada anggota tubuh ada yang masih dibalut (pada anggota wudhu atau tubuh) maka cukup mengusap di atas pembalut tersebut pada saat berwudhu' atau mandi dan mencuci bagian anggota yang lainnya. Namun jika mengusap pembalut atau mencuci anggota yang dibalut itu membahayakan, maka cukup bertayamum pada tempat itu dan bagian yang tersisa dari anggota yang berbahaya bila dicuci. Tayamum batal dengan setiap hal yang mem-batalkan wudhu' atau karena adanya kemampuan untuk menggunakan air atau karena adanya air, jika sebelumnya tidak ada air. Wallahu a`lam. TATA CARA SHALAT ORANG SAKIT: Para ulama sepakat bahwa barangsiapa yang tidak mampu melakukan shalat dengan berdiri hen-daknya shalat sambil duduk, dan jika tidak mampu dengan duduk, maka shalat sambil berbaring dengan posisi tubuh miring dan menghadapkan muka ke kiblat. Disunnatkan miring dengan posisi tubuh miring di atas tubuh bagian kanan. Dan jika tidak mampu melaksanakan shalat dengan berbaring mi-ring, maka ia boleh shalat dengan berbaring telen-tang, sebagaimana sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kepada `Imran bin Hushain: "Shalatlah kamu sambil berdiri, dan jika kamu tidak mampu, maka sambil duduk, dan jika tidak mampu, maka dengan berbaring". (HR. Bukhari). Dan Imam An-Nasa'i menambahkan: "... lalu jika tidak mampu, maka sambil telentang". Dan barangsiapa mampu berdiri, akan tetapi tidak mampu ruku` atau sujud, maka kewajiban berdiri tidak gugur darinya. Ia harus shalat sambil berdiri, lalu ruku' dengan isyarat (menundukkan kepala), kemudian duduk dan sujud dengan berisya-rat; karena firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: "...Dan berdirilah karena Allah (dalam shalat-mu) dengan khusyu'.`". (Al-Baqarah: 238). Dan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam: "Shalatlah kamu sambil berdiri". Dan juga firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: "Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menu-rut kesanggupanmu". (At-Taghabun: 16). Dan jika pada matanya terdapat penyakit, se-mentara para ahli kedokteran yang terpercaya menga-takan: "Jika kamu shalat bertelentang lebih memu-dahkan pengobatanmu", maka boleh shalat telentang. Barangsiapa tidak mampu ruku` dan sujud, maka cukup berisyarat dengan menundukkan kepala pada saat ruku' dan sujud, dan hendaknya ketika sujud lebih rendah daripada ruku`. Dan jika hanya tidak mampu sujud saja, maka ruku` (seperti lazimnya) dan sujud dengan berisyarat. Jika ia tidak dapat membungkukkan pung-gungnya, maka ia membungkukkan lehernya; dan jika punggungnya memang bungkuk sehingga seolah-olah ia sedang ruku`, maka apabila hendak ruku`, ia lebih membungkukkan lagi sedikit, dan di waktu sujud ia lebih membungkukkan lagi semam-punya hingga mukanya lebih mendekati tanah se-mampunya. Dan barangsiapa tidak mampu berisyarat de-ngan kepala, maka dengan niat dan bacaan saja, dan kewajiban shalat tetap tidak gugur darinya dalam keadaan bagaimanapun selagi ia masih sadar (ber-akal), karena dalil-dalil tersebut di atas. Dan apabila ditengah-tengah shalat si penderita mampu melakukan apa yang tidak mampu ia lakukan sebelumnya, seperti berdiri, ruku`, sujud atau ber-isyarat dengan kepala, maka ia berpindah kepadanya (melakukan apa yang ia mampu) dengan meneruskan shalat tersebut. Dan apabila si sakit tertidur atau lupa melaku-kan shalat atau karena lainnya, ia wajib menunaikan-nya di saat ia bangun atau di saat ia ingat, dan tidak boleh menundanya kepada waktu berikutnya. Seba-gaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: "Barangsiapa tertidur atau lupa melakukan shalat, maka hendaknya ia menunaikannya pada saat ia ingat, tidak ada tebusan lain baginya kecuali hanya itu". Lalu beliau mem-baca firman Allah: "dan dirikanlah shalat untuk mengingatKu". (Thaha: 14). Tidak boleh meninggalkan shalat dalam keada-an bagaimanapun; bahkan setiap mukallaf wajib bersungguh-sungguh untuk menunaikan shalat pada hari-hari sakitnya melebihi hari-hari ketika ia sehat. Jadi, tidak boleh baginya meninggalkan shalat wajib hingga lewat waktunya, sekalipun ia sakit selagi ia masih sadar (kesadarannya utuh). Ia wajib menunai-kan shalat tersebut menurut kemampuannya. Dan apabila ia meninggalkannya dengan sengaja, sedang-kan ia sadar (masih berakal) lagi mukallaf serta mampu melakukannya, walaupun hanya dengan isyarat, maka dia adalah orang yang berbuat dosa. Bahkan ada sebagian dari para Ahlul `ilm (ulama) yang mengkafirkannya berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam: "Perjanjian antara kita dengan mereka (orang munafiq) adalah shalat, barangsiapa meninggalkannya maka kafirlah ia". Dan sabdanya: "Pokok segala perkara adalah Al-Islam, tiangnya Islam adalah shalat dan puncak Islam adalah jihad di jalan Allah" Begitu pula sabda beliau shallallahu 'alaihi wasallam: "(Pembatas) antara seorang muslim dengan kemusyrikan dan kekufuran adalah meninggalkan shalat" (HR. Muslim di dalam Shahih-nya). Dan pendapat ini yang lebih shahih, sebagai-mana yang dijelaskan di dalam ayat-ayat Al-Qur'an tentang shalat dan hadits-hadits tersebut. Dan jika ia kesulitan untuk melakukan shalat pada waktunya, maka boleh menjama' antara shalat Zhuhur dengan shalat Ashar dan shalat Maghrib dengan shalat Isya', baik jama' taqdim maupun jama' ta'khir, sesuai kemampuannya. Dan jika ia mau boleh memajukan shalat Asharnya digabung dengan shalat Zhuhur atau mengakhirkan Zhuhur bersama Ashar di waktu Ashar. Atau jika ia menghendaki, boleh mema-jukan Isya' bersama Maghrib atau mengakhirkan Maghrib bersama Isya'. Adapun shalat Subuh, (tetap dilakukan seperti biasa) tidak bisa dijama' dengan shalat sebelum atau sesudahnya, karena waktunya terpisah dari shalat sebelum dan sesudahnya. Inilah hal-hal yang berhubungan dengan orang sakit dalam bersuci dan melakukan shalat. Aku memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. semoga menyembuhkan orang-orang sakit dari kaum muslim dan menghapus dosa-dosa mereka, dan mengaruniakan ma`af dan afiat kepada kita semua di dunia dan akhirat. Sesungguhnya Dia Maha Pemurah lagi Maha Mulia. Mufti Umum Kerajaan Saudi Arabia, Pimpinan Dewan Tokoh-tokoh Ulama dan Kajian Ilmiyah dan Fatwa, Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz Sumber : www.alsofwah.or.id
Baca Selengkapnya....